JAKARTA, KOMPAS.com - Bola liar wacana penundaan Pemilu 2024 terus bergulir. Beberapa elite politik dan pemerintahan pun telah menyuarakan pendapat mereka terkait dengan wacana ini, baik yang menyatakan setuju maupun tidak, dengan beragam alasan.
Namun demikian, ada alasan kuat mengapa Pemilu 2024 tetap harus digelar tepat waktu.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menjelaskan, Pemilu 2024 menjadi penting untuk merealisasi hak warga negara di dalam sistem pemerintahan presidensial.
Baca juga: Luhut Beda Suara soal Penundaan Pemilu, Jokowi Dinilai Perlu Sampaikan Sikap Final Pemerintah
Pasalnya, di dalam sistem pemerintahan presidensial, pemimpin negara hanya bisa diganti melalui proses pemilihan umum (pemilu) atau bila ia melanggar artikel impeachment atau pemberhentian dari jabatan.
Pemberhentian presiden sendiri diatur di dalam konstitusi pasal 7A dan 7B.
"Pemilu menjadi sangat besar nilainya karena presiden tidak bisa dijatuhkan kecuali lewat proses pemilu atau kalau dia melanggar impeachment articles. Dalam sistem presidensial, presiden kukuh hanya bisa dijatuhkan lewat pemilu," kata Zainal dalam webinar Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman, Rabu (16/3/2022).
Ia mengatakan, pemilu adalah alat yang dimiliki rakyat untuk menindak petinggi negara atau partai politik yang tidak serius dalam menjalankan proses pembangunan sebuah negara.
Pelaksanaan hajatan lima tahunan itu sendiri merupakan amanat konstitusi yang harus dilakukan.
"Itu alat pukul yang kita punya, kudeta yang dimiliki dan itu konstitusional. Itu alasan pemilu harus ditagih di 2024, alasannya karena ini saatnya menghukum presiden yang tidak serius atau partai yang tidak serius membangun bangsa. Kalau dihilangkan, kita kehilangan alat pukul utama," kata Zainal.
Sebelumnya ia sempat menjelaskan dampak perpanjangan masa jabatan presiden lewat perubahan konstitusi berdasarkan pengalaman di berbagai negara.
Zainal pun menyatakan, di dunia, tidak ada negara demokrasi yang bermain-main dengan masa jabatan seorang presiden.
"Karena rasanya tidak ada negara demokrasi yang gemar bermain-main dengan masa jabatan," ujar Zainal.
Ia pun mengatakan, biasanya yang mengegolkan aturan perpanjangan masa jabatan adalah negara-negara yang tak menganut demokrasi.
Misalnya, kata Zainal, seperti Venezuela, Turki, dan Rusia. Selain itu juga beberapa negara di Afrika sub-Sahara yang mendorong amandemen atas konsitusi untuk merealisasikan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.
"Ini negara-negara yang jauh dari kesan demokrasi. Bahkan di ujungnya, itu bukan skenario yang baik," ujar dia.
Seperti diketahui, isu penundaan Pemilu 2024 bergulir dan telah dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Dari lingkup pemerintahan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku banyak mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.