Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pemilu 2024 Tak Boleh Ditunda Menurut Pakar Hukum Tata Negara UGM

Kompas.com - 16/03/2022, 18:30 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bola liar wacana penundaan Pemilu 2024 terus bergulir. Beberapa elite politik dan pemerintahan pun telah menyuarakan pendapat mereka terkait dengan wacana ini, baik yang menyatakan setuju maupun tidak, dengan beragam alasan.

Namun demikian, ada alasan kuat mengapa Pemilu 2024 tetap harus digelar tepat waktu. 

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menjelaskan, Pemilu 2024 menjadi penting untuk merealisasi hak warga negara di dalam sistem pemerintahan presidensial.

Baca juga: Luhut Beda Suara soal Penundaan Pemilu, Jokowi Dinilai Perlu Sampaikan Sikap Final Pemerintah

Pasalnya, di dalam sistem pemerintahan presidensial, pemimpin negara hanya bisa diganti melalui proses pemilihan umum (pemilu) atau bila ia melanggar artikel impeachment atau pemberhentian dari jabatan.

Pemberhentian presiden sendiri diatur di dalam konstitusi pasal 7A dan 7B.

"Pemilu menjadi sangat besar nilainya karena presiden tidak bisa dijatuhkan kecuali lewat proses pemilu atau kalau dia melanggar impeachment articles. Dalam sistem presidensial, presiden kukuh hanya bisa dijatuhkan lewat pemilu," kata Zainal dalam webinar Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman, Rabu (16/3/2022).

Ia mengatakan, pemilu adalah alat yang dimiliki rakyat untuk menindak petinggi negara atau partai politik yang tidak serius dalam menjalankan proses pembangunan sebuah negara.

Pelaksanaan hajatan lima tahunan itu sendiri merupakan amanat konstitusi yang harus dilakukan.

"Itu alat pukul yang kita punya, kudeta yang dimiliki dan itu konstitusional. Itu alasan pemilu harus ditagih di 2024, alasannya karena ini saatnya menghukum presiden yang tidak serius atau partai yang tidak serius membangun bangsa. Kalau dihilangkan, kita kehilangan alat pukul utama," kata Zainal.

Sebelumnya ia sempat menjelaskan dampak perpanjangan masa jabatan presiden lewat perubahan konstitusi berdasarkan pengalaman di berbagai negara.

Zainal pun menyatakan, di dunia, tidak ada negara demokrasi yang bermain-main dengan masa jabatan seorang presiden.

"Karena rasanya tidak ada negara demokrasi yang gemar bermain-main dengan masa jabatan," ujar Zainal.

Ia pun mengatakan, biasanya yang mengegolkan aturan perpanjangan masa jabatan adalah negara-negara yang tak menganut demokrasi. 

Misalnya, kata Zainal, seperti Venezuela, Turki, dan Rusia. Selain itu juga beberapa negara di Afrika sub-Sahara yang mendorong amandemen atas konsitusi untuk merealisasikan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.

Baca juga: Soal Big Data 100 Juta Akun Dukung Penundaan Pemilu, Pakar: Konstitusi Tak Bisa Diinjak-injak Suara Netizen

"Ini negara-negara yang jauh dari kesan demokrasi. Bahkan di ujungnya, itu bukan skenario yang baik," ujar dia.

Seperti diketahui, isu penundaan Pemilu 2024 bergulir dan telah dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.

Dari lingkup pemerintahan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku banyak mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com