JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Propam Polri memeriksa penyidik Polres Cirebon yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
Nurhayati merupakan pelapor dugaan korupsi dana APBDes di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Sebab, menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, para penyidik itu berpotensi melanggar kode etik Polri.
“Sebab para penyidik itu berpotensi melanggar kode etik Polri khususnya Pasal 10 Ayat (1) huruf a dan d Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 terkait Etika dalam Hubungan Masyarakat,” tutur Kurnia dalam keterangannya, Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Kabareskrim Sebut Nurhayati Tak Memiliki Niat Jahat Saat Laporkan Korupsi
Adapun Pasal 10 Ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri itu mengatakan anggota Polri harus menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Sementara Pasal 10 Ayat (1) huruf b menyebut anggota Polri wajib menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara.
Di sisi lain, Kurnia mengatakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Salah satunya terkait hak memberikan informasi dugaan korupsi pada aparat penegak hukum dan mendapatkan perlindungan hukum,” katanya.
Baca juga: Mengenal SKP2 dari Kejaksaan dalam Kasus Nurhayati
Kurnia menuturkan pihaknya juga meminta agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menegur Kapolres Cirebon.
“Karena terbukti tidak profesional dalam mengawasi tugas bawahannya saat menangani perkara korupsi di Desa Citemu,” imbuh dia.
Dalam perkara ini Nurhayati ditetapkan tersangka oleh Polres Cirebon. Padahal ia merupakan saksi yang melaporkan adanya dugaan korupsi di Desa Citemu.
Kasus ini kemudian menjadi perhatian publik setelah Nurhayati mengunggah video keberatannya di media sosial.