KOMPAS.com – Upaya hukum merupakan hak untuk tidak menerima putusan pengadilan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Dalam proses perkara pidana, terdapat upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), upaya hukum luar biasa terdiri dari kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.
Baca juga: Pengertian Upaya Hukum Banding dan Ketentuan Pengajuannya
Apa perbedaan keduanya?
Pihak yang berhak mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah Jaksa Agung. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali kepada Mahkamah Agung (MA).
Permintaan ini dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan negeri atau pengadilan tinggi.
KUHAP menegaskan, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Permohonan tersebut disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada MA melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama.
Jaksa Agung mengetahui adanya putusan yang perlu di kasasi demi kepentingan hukum berdasarkan laporan dan bahan yang diberikan Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri.
Dalam prosesnya, permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan kepada panitera dengan disertai risalah yang memuat alasannya. Salinan risalah ini kemudian disampaikan kepada pihak yang berkepentingan oleh panitera.
Ketua pengadilan yang bersangkutan lalu segera meneruskan permintaan itu kepada MA.
Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
PK dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan MA.
Pengajuan PK hanya bisa dilakukan satu kali kepada MA.
Dalam KUHAP, ada beberapa hal yang dijadikan dasar untuk mengajukan PK, yaitu:
Proses permintaan PK ini tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi putusan tersebut. Selain itu, pidana yang dijatuhkan dalam putusan PK tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Referensi: