JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani meminta pemerintah memperbaiki layanan BPJS Kesehatan seiring dengan adanya ketentuan yang menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat pelayanan publik.
Ia meyakini, jika layanan BPJS Kesehatan diperbaiki, masyarakat dapat menerima aturan BPJS Kesehatan sebagai syarat pelayanan publik.
“Perbaikan layanan BPJS Kesehatan adalah keharusan agar masyarakat bisa menerima ketentuan baru ini,” kata Puan dalam siaran pers, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Ketika Elektabilitas Puan Maharani Tergilas Rekan Separtai...
Puan mengatakan, kepesertaan wajib BPJS Kesehatan memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Namun, ia menilai layanan BPJS Kesehatan belum optimal sehingga ketentuan BPJS Kesehatan sebagai syarat pelayanan publik menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Kalau layanan BPJS semakin baik dan manfaatnya dirasakan masyarakat luas, polemik terkait BPJS Kesehatan sebagai syarat pasti lambat laun akan mereda,” ujar politikus PDI-P tersebut.
Ia menyebutkan, sejumlah persoalan BPJS Kesehatan yang sering ditemukan antara lain, repotnya birokrasi untuk bisa menerima manfaat layanan, misalnya mengenai lama dan berbelitnya sistem bagi pasien yang hendak mendapat surat rujukan ke rumah sakit.
Selain itu, ada pula pengaduan mengenai diskriminasi kepada peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan pihak rumah sakit.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Puan Maharani di Bawah 1 Persen
Puan mengatakan, tak sedikit pasien yang mengeluhkan sulitnya mencari ruang perawatan di rumah sakit hingga diminta membeli obat yang masuk dalam paket BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, ia berharap kurang optimalnya pelayanan BPJS dapat diperbaiki sehingga aturan-aturan turunan yang berlaku bisa berjalan diterima masyarakat.
“Sistem ini yang harus dibenahi. Ketika pelayanan BPJS Kesehatan sudah sangat baik, itu akan berdampak kepada tingkat kepercayaan publik. Niscaya masyarakat berbondong-bondong bersedia menjadi peserta BPJS,” ujar Puan.
Di samping itu, Puan juga menyoroti soal banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang berstatus nonaktif.
Ia menilai, persoalan ini harus diatasi agar aturan syarat BPJS Kesehatan untuk bisa mengakses berbagai layanan publik tidak menjadi kendala.
“Negara harus memikirkan solusi mengenai masyarakat yang kesulitan membayar tunggakan. Perlu ada program yang membantu warga menyelesaikan tunggakan tanpa memberatkan. Terutama untuk mereka yang terdampak pandemi Covid-19,” kata dia.
Baca juga: Tinjau Lokasi IKN, Puan Maharani Soroti Pertahanan dan Keamanan
Ketentuan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk mendapatkan layanan publik tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Noor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diteken pada 6 Januari 2022.
Kepesertaan BPJS Kesehatan diwajibkan untuk calon jemaah haji dan umrah, permohonan SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Selain itu juga untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), bahkan untuk jual beli tanah hingga pemohonan perizinan berusaha.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan, syarat tersebut merupakan pengingat bagi masyarakat bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib.
Harapannya, tahun 2024 target cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC) sebesar 98 persen dari seluruh penduduk Indonesia bisa tercapai.
"Kita sekarang sudah 236 juta (jumlah peserta), atau sekitar 86 persen. Jadi kalau 98 persen di tahun 2024, itu tinggal 14 persen. Sudah cukup luas sebenarnya cakupannya," kata Ali Ghufron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.