Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Klaim Sudah Ada Perlawanan Saat Unjuk Rasa di Parigi Moutong sehingga Dibubarkan Paksa

Kompas.com - 14/02/2022, 13:46 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Aksi unjuk rasa menolak tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Sabtu (12/2/2022) berujung tertembaknya seorang warga sipil.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengeklaim, saat itu situasi di sana diduga sudah terjadi tindakan perlawanan sehingga perlu dilakukan pembubaran paksa.

“Itu Kapolda (Sulteng) yang ketahui situasi di sana, karena sudah ada tindakan perlawanan, kemudian pelemparan-pelemparan,” kata Dedi secara virtual, Senin (14/2/2022).

Dedi menambahkan, upaya negosiasi ke pihak demonstran yang dilakukan pihak Polda juga sudah tidak bisa dilakukan lagi.

Hal itu yang kemudian membuat polisi melakukan pembubaran paksa dengan menggunakan tembakan gas air mata, watercannon, serta dibantu satuan Pengendalian Massa (Dalmas) hingga personel Brimob.

Baca juga: Polisi Lakukan Uji Balistik untuk Cari Pelaku Terkait Tewasnya Warga Sipil dalam Unjuk Rasa di Parigi Moutong

“Upaya yang dilakukan Polda Sulawesi Tengah kan negosiasi sudah tidak bisa, karena kejadian sudah dimulai dari jam 11 sampai setengah 1 maka harus dilakukan pembubaran secara paksa,” ucapnya.

Adapun terkait adanya seorang sipil yang tertembak dalam aksi unjuk rasa itu, polisi telah mengerahkan tim untuk mengusut kejadian itu.

Dedi memastikan anggota yang nantinya terbukti bersalah akan disanksi tegas.

“Kita akan menindak secara tegas terhadap siapapun anggota yang terbukti bersalah di dalam suatu peristiwa yang terjadi di Parigi Moutong tersebut,” kata Dedi.

Selain itu, Dedi juga mengingatkan masyarakat bahwa ketentuan mengenai aksi unjuk rasa atau menyampaikan pendapat di muka umum harus sejalan dengan undang-undang (UU).

Ia menyebutkan dalam UU 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menyantumkan soal kewajiban peserta aksi demo.

Baca juga: Kapolda Sulteng Minta Maaf atas Tertembaknya Seorang Demonstran di Parigi Moutong


“Dalam UU 9 Tahun 98 kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka publik itu sifatnya tidak absolut tapi sifatnya limitatif, ada pasal 6 di situ,” ucap Dedi.

Adapun dalam Pasal 6 UU 9/1998 menyebutkan warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.

Kemudian, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com