JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Peraturan kali ini dikritik karena salah satu pasalnya, yaitu pasal 3 berbunyi "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,".
Ida meneken aturan tersebut pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada 4 Februari 2022. Aturan tersebut mencabut Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat JHT.
Permenaker tersebut menjadi polemik karena penetapan batas usia pekerja untuk mencairkan JHT.
Pejabat sementara Deputi Direktur Bidang Hhubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Dian Agung Senoaji mengatakan, keputusan tersebut sudah sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004.
Mekanisme pencairannya, peserta memang masih bisa melakukan pencairan sebagian saldo JHT sebesar 30 persen. Hal ini untuk keperluan kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun.
Namun, untuk pencairan saldo JHT secara penuh, hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Dianggap merugikan pekerja, Permenaker tersebut lantas dikritik para serikat pekerja atau buruh.
Aktivis buruh Mirah Sumirat mengatakan, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu adalah peraturan yang sadis dan sangat merugikan buruh atau kaum pekerja.
"Permenaker ini bikin gaduh. Isinya sadis dan sangat kejam. Tidak ada alasan Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan menahan uang para buruh," ujar Mirah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/2/2022).
Baca juga: ASPEK Sebut Permenaker 2/2022 Aturan Kejam dan Sadis
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) ini menilai, negara tidak punya kepentingan untuk menahan JHT yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun.
Ia mengingatkan bahwa JHT merupakan iuran bersama pekerja dan pemberi kerja yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dengan demikian, ASPEK juga menolak keras terbitnya Permenaker itu dan menilai pemerintah tidak peka terhadap perekonomian para tenaga kerja, terkhusus di tengah pandemi.
Pertanyakan keberpihakan
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menolak keras Permenaker Nomor 2/2022 tersebut.