Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham: Saya Jamin RUU TPKS Tak "Overlap" dengan Aturan Lain

Kompas.com - 11/02/2022, 16:58 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward O. S. Hiariej memastikan rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (RUU TPKS) tidak akan tumpang-tindih dengan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya.

Dia menegaskan, saat menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah sudah menyandingkan RUU TPKS dengan berbagai aturan lain.

"Jadi kita menyandingkan dengan UU KUHP. Apa yang sudah diatur dalam UU perlindungan anak, di UU kekerasan dalam rumah tangga, di UU pemberantasan tindak pidana perdagangan orang itu tidak akan diatur dalam RUU TPKS," ujar Edward dalam konferensi pers secara daring pada Jumat (11/2/2022).

Baca juga: Wamenkumham Sebut Ada 7 Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual di RUU TPKS

"Saya berani jamin 100 persen bahwa tidak akan terjadi overlap, tumpang-tindih dengan UU yang sudah existing. Jadi apa yang belum diatur dalam UU saat ini itu diatur dalam RUU TPKS," lanjutnya.

Dia pun mengungkapkan, ada tujuh bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang ditegaskan di RUU TPKS.

Jumlah tersebut setelah ada tambahan dua bentuk kekerasan seksual yang diusulkan pemerintah.

Ketujuh bentuk yang dimaksud adalah, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Edward melanjutkan, pemerintah berharap ke depannya RUU ini tidak hanya menggunakan hukum acara terhadap perbuatan pidana atau tindak pidana yang diatur di dalamnya.

Melainkan, berita acara yang ada di RUU ini diberlakukan untuk semua tindak pidana kekerasan seksual yang berada di luar aturan ini.

"Karena itu ditegaskan di RUU ini bahwa hukum acara dalam aturan ini atau tindak pidana kekerasan seksual yang dimaksud dalam aturan ini juga mengikuti. Seperti perkosaan, aborsi, pencabulan, perdagangan orang dan sebagainya," jelas Edward.

Dia lantas menjelaskan mengapa hukum acara ditegaskan bersifat menyeluruh.

Menurutnya dari ribuan kasus kekerasan seksual yang sering terungkap di media, yang bisa dijadikan kenyataan perkara hanya sekitar 300 kasus.

Secara persentase, jumlah tersebut kurang dari lima persen yang dijadikan perkara.

Baca juga: Menteri PPPA: DIM RUU TPKS Sudah Selesai dan Disetujui Pemerintah

"Artinya apa  Artinya something wrong. Ada sesuatu yang salah dari hukum acara kita. Karena kalau kebanyakan saudara-saudara nanya kenapa ini tidak bisa diproses. Karena penegak hukum, polisi dan jaksa itu ketika memeriksa perkara itu akan strict to the role," papar Edward.

Edward menjelaskan, polisi dan jaksa bakal berlandaskan hukum saat menyelidiki suatu perkara. 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com