JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward O. S. Hiariej memastikan rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (RUU TPKS) tidak akan tumpang-tindih dengan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya.
Dia menegaskan, saat menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah sudah menyandingkan RUU TPKS dengan berbagai aturan lain.
"Jadi kita menyandingkan dengan UU KUHP. Apa yang sudah diatur dalam UU perlindungan anak, di UU kekerasan dalam rumah tangga, di UU pemberantasan tindak pidana perdagangan orang itu tidak akan diatur dalam RUU TPKS," ujar Edward dalam konferensi pers secara daring pada Jumat (11/2/2022).
Baca juga: Wamenkumham Sebut Ada 7 Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual di RUU TPKS
"Saya berani jamin 100 persen bahwa tidak akan terjadi overlap, tumpang-tindih dengan UU yang sudah existing. Jadi apa yang belum diatur dalam UU saat ini itu diatur dalam RUU TPKS," lanjutnya.
Dia pun mengungkapkan, ada tujuh bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang ditegaskan di RUU TPKS.
Jumlah tersebut setelah ada tambahan dua bentuk kekerasan seksual yang diusulkan pemerintah.
Ketujuh bentuk yang dimaksud adalah, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.
Edward melanjutkan, pemerintah berharap ke depannya RUU ini tidak hanya menggunakan hukum acara terhadap perbuatan pidana atau tindak pidana yang diatur di dalamnya.
Melainkan, berita acara yang ada di RUU ini diberlakukan untuk semua tindak pidana kekerasan seksual yang berada di luar aturan ini.
"Karena itu ditegaskan di RUU ini bahwa hukum acara dalam aturan ini atau tindak pidana kekerasan seksual yang dimaksud dalam aturan ini juga mengikuti. Seperti perkosaan, aborsi, pencabulan, perdagangan orang dan sebagainya," jelas Edward.
Dia lantas menjelaskan mengapa hukum acara ditegaskan bersifat menyeluruh.
Menurutnya dari ribuan kasus kekerasan seksual yang sering terungkap di media, yang bisa dijadikan kenyataan perkara hanya sekitar 300 kasus.
Secara persentase, jumlah tersebut kurang dari lima persen yang dijadikan perkara.
Baca juga: Menteri PPPA: DIM RUU TPKS Sudah Selesai dan Disetujui Pemerintah
"Artinya apa Artinya something wrong. Ada sesuatu yang salah dari hukum acara kita. Karena kalau kebanyakan saudara-saudara nanya kenapa ini tidak bisa diproses. Karena penegak hukum, polisi dan jaksa itu ketika memeriksa perkara itu akan strict to the role," papar Edward.
Edward menjelaskan, polisi dan jaksa bakal berlandaskan hukum saat menyelidiki suatu perkara.