Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI: Pemerintah Jangan Malu Evaluasi Kebijakan soal Minyak Goreng

Kompas.com - 11/02/2022, 16:21 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah melakukan evaluasi berbagai kebijakan untuk mengatasi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng di pasaran.

Pasalnya, Tulus menilai, berbagai kebijakan yang digelontorkan pemerintah terhadap minyak goreng, belum atau tidak efektif.

"Pemerintah, jangan malu-malu untuk mengevaluasi kebijakannya. Tapi, jangan juga coba-coba. Karena kita lihat, ini pemerintah dalam membuat desain kebijakan minyak goreng, semacam uji coba atau coba-coba kepada masyarakat," kata Tulus dalam konferensi pers, Jumat (11/2/2022).

Tulus menilai pemerintah seolah tidak melakukan persiapan dalam membuat kebijakan.

Dia mengeklaim, sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan dalih ingin menuntaskan polemik minyak goreng justru gagal.

Baca juga: Survei YLKI: Mayoritas Toko di Jakarta dan Bekasi Tak Jual Minyak Goreng

Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang gagal itu dikarenakan pemerintah tidak mengkaji permasalahan minyak goreng sejak dari hulu.

"Tidak mengulik dari sisi hulu. Ini ada apa? Kok tidak berani mengulik, tidak berani transparan terhadap apa yang sebenarnya terjadi," imbuhnya.

Ia mencontohkan berbagai kebijakan pemerintah yang justru dianggap gagal.

Misalnya, para pedagang pasar mengungkapkan, minyak goreng tidak ada di pasaran meski sudah dapat subsidi dari pemerintah.

"Barangnya tidak ada, stoknya tidak ada. Bagaimana kami mau jual," ucap Tulus menirukan keluhan para pedagang pasar.

Oleh karena itu, Tulus mengatakan, YLKI juga mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menuntaskan adanya dugaan mafia minyak goreng.

Baca juga: YLKI Buka Posko Pengaduan Minyak Goreng, Warga Bisa Lapor ke Sini

Ia pun mendesak KPPU segera mempercepat penuntasan polemik kelangkaan minyak goreng.

Hal ini karena akan berdampak buruk bagi pasar dan tentunya masyarakat selaku konsumen.

"Kami mendesak KPPU untuk mempercepat dan menuntaskan adanya dugaan kartel. Sekali lagi, bahwa persoalan minyak goreng ini berawal dari adanya distorsi pasar, kerusakan pasar yang kemudian ending-nya adalah kerugian pada konsumen," pungkasnya.

Diketahui, pemerintah menyampaikan janji baru terkait minyak goreng. Kali ini, Kementerian Perdagangan berjanji pasokan minyak goreng murah sesuai harga eceran tertinggi (HET) akan lancar dalam seminggu ke depan.

Baca juga: Survei YLKI: Mayoritas Harga Minyak Goreng di Pasaran Lebih Tinggi Dibandingkan Harga Subsidi

Selain itu, pemerintah juga berjanji distribusi minyak goreng murah akan sampai ke wilayah Indonesia timur.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pihaknya akan mengontrol ketat suplai produksi minyak sawit untuk dalam negeri sebelum diekspor oleh para produsen.

"Di ritel modern Rp 14.000 per liter jadi pada panic buying karena di pasar tradisional belum lengkap. Ini sifatnya sementara dan seminggu ke depan sudah lancar," kata Oke dalam dialog bertajuk Menjamin Ketersediaan Minyak Goreng bersama Ombudsman secara virtual.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com