JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta meminta pemerintah bersikap transparan menjelaskan detail isi kesepakatan penyesuaian pelayanan ruang udara atau realignment Flight Information Region (FIR) yang telah ditandatangani antara Indonesia dan Singapura.
Hal itu ditegaskannya menyusul perdebatan terkait untung rugi kesepakatan FIR Indonesia-Singapura.
"Kesepakatan yang dibuat dengan negara lain termasuk dalam kategori kebijakan publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan juga menyangkut kedaulatan negara," kata Sukamta dalam keterangannya, Senin (31/1/2022).
"Maka, dokumen kesepakatan baik terkait ekstradisi, pelayanan ruang udara dan kerja sama pertahanan yang telah ditandatangani wajib untuk dapat diakses oleh publik," lanjutnya.
Bukan tanpa alasan, Sukamta meminta hal tersebut lantaran sejauh ini belum ada penjelasan detail terkait isi kesepakatan-kesepakatan itu.
Baca juga: Untuk Mereka yang Menganggap FIR Tak Ada Hubungan dengan Kedaulatan
Ia mengutarakan, sejauh ini yang beredar di publik adalah penjelasan poin-poin kesepakatan.
"Bukan dalam bentuk dokumen resmi yang telah ditandatangani," tambah dia.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, wilayah kepulauan Natuna dan Kepulauan Riau sangat strategis bagi Indonesia.
Adapun dua wilayah itu berada di Indonesia yang berdekatan dengan Singapura. Dalam perjanjian, nyatanya Singapura masih tetap menguasai sebagian FIR Indonesia.
Hal itu terlihat dari salah satu poin kesepakatan terkait Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia.
Rilis resmi pemerintah merinci penjelasan Menhub Budi Karya Sumadi yang menjelaskan bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.
Artinya, sebagian wilayah pada FIR yang kini diambil alih Indonesia masih akan tetap dipegang atau dikuasai oleh Singapura.
Baca juga: Perjanjian Indonesia-Singapura soal FIR dan DCA yang Menuai Kritik
"Berdasarkan kesepakatan yang termaktub dalam UNCLOS III 1982 dan Konvensi Chicago 1944, kedaulatan negara di ruang udara di atas teritorinya adalah bersifat eksklusif. Artinya, ruang udara di atas wilayah kepulauan Natuna dan Riau adalah kedaulatan Indonesia," nilai dia.
"Jika mendasarkan klaim ini, mestinya pengelolaan FIR di wilayah tersebut dikelola oleh Indonesia," sambung Sukamta.
Ia menyoroti apabila pemerintah saat ini sudah memiliki kemampuan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang navigasi serta teknologi keselamatan penerbangan.