Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Hukuman Kebiri Kimia, PB IDI: Dokter Tidak Diatur Jadi Algojo

Kompas.com - 28/12/2021, 16:04 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, pelaksanaan tindakan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual anak oleh dokter sulit dilakukan. Sebab, menurut Faqih, secara etika profesi, dokter tidak boleh terlibat sebagai pelaksana hukuman.

"Profesional dokter itu tidak di-setting (diatur) untuk menjadi algojo, pelaksana hukuman. Jadi kalau algojo sifatnya menghukum, profesional medis sebaliknya," kata Faqih dalam diskusi publik daring yang diselenggarakan Universitas Pakuan, Selasa (28/12/2021).

Faqih mengatakan, etika profesi itu berlaku universal. Selain itu, berdasarkan hukum positif pelayanan kesehatan, dokter merupakan profesional yang melakukan pertolongan, penyembuhan, memberikan pelayanan terbaik bagi orang lain.

Baca juga: Menteri PPPA Dorong Hukuman Kebiri terhadap Herry Wiryawan p

"Sehingga harus dipikirkan kalau pelaksanaan kebiri ini kemudian mengikutsertakan profesional dokter atau tenaga kesehatan. Kalau bentuknya hukuman, maka selamanya secara etika dan hukum positif pelayanan profesional, dokter akan sulit terlibat," ujarnya.

Ia pun menuturkan, seseorang bisa menjadi pelaku tindak pidana kekerasan seksual karena banyak hal.

Selain karena tingginya nafsu seksual atau libido, bisa jadi pelaku memang memiliki kelainan kejiwaan. Menurutnya, dokter dapat dilibatkan untuk mengupayakan penyembuhan bagi pelaku.

"Kalau dilibatkan dari awal dokter bisa nilai, penyebab kekerasan seksual yang dilakukan pelaku ini apakah betul karena tingginya hormon atau bukan tingginya hormon. Tetapi karena kelainan kejiwaan. Ini yang harus dilihat dari awal," katanya.

Pasca-terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual, pro dan kontra tentang hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak kembali mengemuka.

PP yang diteken Presiden Joko Widodo pada awal Desember 2020 itu merupakan aturan turunan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Dikutip dari Kompas.id, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengapresiasi penerbitan PP itu.

PP yang pembahasannya memakan waktu lima tahun dan dibahas lintas pemangku kepentingan itu, diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum untuk mengeksekusi putusan pemberatan terhadap pelaku dewasa yang melakukan kejahatan seksual pada anak.

“KPAI berharap PP ini bisa memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual pada anak termasuk calon predator kejahatan seksual pada anak,” kata Jasra, 4 Januari 2021.

Jasra melanjutkan, PP diharapkan memberikan kepastian hukum bagi implementasi hukuman kebiri kimia. Hukuman ini pun diharapkan memberi keadilan bagi korban.

Baca juga: Kejagung: Hukuman Kebiri Kimia Masih Banyak Pro dan Kontra

Namun berbeda dengan KPAI, Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Mariana Amiruddin menilai hukuman itu tak tepat. Hukuman kebiri kimia dinilainya mahal, tidak tepat sasaran, dan kurang komprehensif untuk menangani kompleksitas kejahatan seksual.

Dari kajian Komnas Perempuan, kejahatan seksual pada anak selama ini tidak semata-mata didorong oleh libido.

Kejahatan seksual didorong oleh faktor mental pelaku. Kejahatan seksual bisa merupakan ekspresi kemarahan pelaku maupun adanya relasi kuasa yang timpang antara korban dengan pelaku. Karena itu, pelaku merasa memiliki kekuatan sehingga berhak melakukan kekerasan seksual pada anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com