Salin Artikel

Soal Hukuman Kebiri Kimia, PB IDI: Dokter Tidak Diatur Jadi Algojo

"Profesional dokter itu tidak di-setting (diatur) untuk menjadi algojo, pelaksana hukuman. Jadi kalau algojo sifatnya menghukum, profesional medis sebaliknya," kata Faqih dalam diskusi publik daring yang diselenggarakan Universitas Pakuan, Selasa (28/12/2021).

Faqih mengatakan, etika profesi itu berlaku universal. Selain itu, berdasarkan hukum positif pelayanan kesehatan, dokter merupakan profesional yang melakukan pertolongan, penyembuhan, memberikan pelayanan terbaik bagi orang lain.

"Sehingga harus dipikirkan kalau pelaksanaan kebiri ini kemudian mengikutsertakan profesional dokter atau tenaga kesehatan. Kalau bentuknya hukuman, maka selamanya secara etika dan hukum positif pelayanan profesional, dokter akan sulit terlibat," ujarnya.

Ia pun menuturkan, seseorang bisa menjadi pelaku tindak pidana kekerasan seksual karena banyak hal.

Selain karena tingginya nafsu seksual atau libido, bisa jadi pelaku memang memiliki kelainan kejiwaan. Menurutnya, dokter dapat dilibatkan untuk mengupayakan penyembuhan bagi pelaku.

"Kalau dilibatkan dari awal dokter bisa nilai, penyebab kekerasan seksual yang dilakukan pelaku ini apakah betul karena tingginya hormon atau bukan tingginya hormon. Tetapi karena kelainan kejiwaan. Ini yang harus dilihat dari awal," katanya.

Pasca-terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual, pro dan kontra tentang hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak kembali mengemuka.

PP yang diteken Presiden Joko Widodo pada awal Desember 2020 itu merupakan aturan turunan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Dikutip dari Kompas.id, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengapresiasi penerbitan PP itu.

PP yang pembahasannya memakan waktu lima tahun dan dibahas lintas pemangku kepentingan itu, diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum untuk mengeksekusi putusan pemberatan terhadap pelaku dewasa yang melakukan kejahatan seksual pada anak.

“KPAI berharap PP ini bisa memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual pada anak termasuk calon predator kejahatan seksual pada anak,” kata Jasra, 4 Januari 2021.

Jasra melanjutkan, PP diharapkan memberikan kepastian hukum bagi implementasi hukuman kebiri kimia. Hukuman ini pun diharapkan memberi keadilan bagi korban.

Namun berbeda dengan KPAI, Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Mariana Amiruddin menilai hukuman itu tak tepat. Hukuman kebiri kimia dinilainya mahal, tidak tepat sasaran, dan kurang komprehensif untuk menangani kompleksitas kejahatan seksual.

Dari kajian Komnas Perempuan, kejahatan seksual pada anak selama ini tidak semata-mata didorong oleh libido.

Kejahatan seksual didorong oleh faktor mental pelaku. Kejahatan seksual bisa merupakan ekspresi kemarahan pelaku maupun adanya relasi kuasa yang timpang antara korban dengan pelaku. Karena itu, pelaku merasa memiliki kekuatan sehingga berhak melakukan kekerasan seksual pada anak.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/28/16045921/soal-hukuman-kebiri-kimia-pb-idi-dokter-tidak-diatur-jadi-algojo

Terkini Lainnya

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke