JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 17 tahun berlalu sejak tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.
Gelombang dahsyat yang dipicu gempa berkekuatan magnitudo 9,3 itu merenggut nyawa sebanyak 230.000 jiwa dan 500.000 orang lainnya kehilangan tempat tinggal.
Situasi darurat itu tentu perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah.
Buku berjudul "Ombak Perdamaian" karya Fenty Effendy memotret suasana rapat pemerintah ketika itu yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sebagaimana diberitakan Tribunnews.com, Jusuf Kalla (JK) berulang kali menunjukkan kekecewaannya dalam rapat tersebut.
Baca juga: 7 Fakta Tsunami Aceh 26 Desember 2004: Gempa Setara Bom 100 Gigaton
Misalnya, JK sempat kecewa karena pemerintah hanya memiliki persediaan 8 ton obat-obatan, jauh di bawah kebutuhan 12 ton obat-obatan.
JK pun sempat memberi ultimatum kepada seorang pejabat Kementerian Kesehatan agar semua obat yang ada di Jakarta segera diterbangkan ke Serambi Mekkah.
"Saya tidak mau tahu bagaimana caranya, malam ini kumpulkan semua obat yang ada di Jakarta untuk segera angkat ke sana dengan Hercules. Harus berangkat pukul lima pagi," kata JK.
"Tapi ini kan sudah tengah malam pak. Semua gudang dan tempat penyimpanan barang sudah terkunci dan pemegang kuncinya kami tidak tahu tinggal di mana," jawab pejabat itu.
Baca juga: Museum Kapal PLTD Apung di Banda Aceh, Saksi Bisu Tsunami Aceh
Sontak, JK menepuk meja karena merasa kecewa. Ia memerintahkan pejabat itu untuk segera memberikan alamat gudang-gudang penyimpanan obat.
Ia menegaskan, di tengah situasi darurat semestinya para pejabat tidak perlu berpikir ada di mana kunci gudang-gudang itu.
"Rakyat Anda menderita begini masih saja bicara soal gembok. Sekarang, berikan alamat gudang-gudang penyimpanan tersebut. Tak usah cari yang pegang kunci gembok. Ambil pistol, tembak gembok itu," kata JK.