Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Robin Bandingkan Tuntutannya dengan Juliari, KPK: Tiap Perkara Tak Dapat Disamakan

Kompas.com - 21/12/2021, 11:27 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pertimbangan jaksa melakukan tuntutan pidana untuk setiap perkara tidak dapat disamakan antara satu perkara dengan perkara lainnya.

Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri merespons pernyataan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju yang menbandingkan tuntutannya dengan tuntutan yang pernah diberikan kepada eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.

"Pertimbangan amar tuntutan pidana setiap perkara tentu tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya karena tentu ada perbedaan fakta persidangan, alasan memberatkan, maupun meringankan atas diri terdakwa," ujar Ali, melalui keterangan tertulis, Selasa (21/12/2021).

Baca juga: Saat Eks Penyidik KPK Seret Nama Lili Pintauli: Dia Harus Masuk Penjara!

Menurut Ali, keterbukaan Robin dalam menerangkan kasus yang diduga melibatkan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di depan Majelis Hakim bisa menjadi salah satu faktor yang meringakan.

Namun, sejauh persidengan berlangsung, KPK menilai Robin seakan-akan menutupi peran kader partai Golkar tersebut.

"Akan tetapi terdakwa Stepanus Robin Pattuju di depan majelis hakim justru sebaliknya.
Malah diduga sengaja menutupi peran dari pihak lain dalam hal terdakwa Azis Syamsuddin," ucap Ali

"Kami berharap Majelis Hakim akan memutus perkara ini sebagaimana amar tuntutan tim Jaksa," imbuhnya.

Baca juga: Eks Penyidik KPK Mengaku Terima Uang Terkait Perkara, tetapi Menganggapnya Penipuan

Robin merasa bahwa tuntutan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa tidak adil, karena Juliari yang menerima Rp 32 miliar dari dana bantuan sosial dituntut dengan pidana penjara yang sama.

“Saya merasakan ketidakadilan, di mana menteri tersebut adalah mantan menteri yang jelas-jelas memiliki jabatan dan kewenangan terkait dengan pekerjaannya,” tutur Robin dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/12/2021).

“Dengan jabatan dan kewenangannya menerima uang suap sebesar puluhan miliar yang 16 kali lipat dari yang saya terima,” sambung dia.

Robin beralasan hanya seorang penyidik KPK yang melakukan penipuan pada para penyuapnya. Ia juga menuturkan tak punya kewenangan pada perkara-perkara yang diselidiki KPK.

“Saya hanya memanfaatkan jabatan saya sebagai penyidik KPK,” tutur dia.

Baca juga: Eks Penyidik KPK Stepanus Robin Disebut Serahkan Uang Suap dari Azis ke Maskur Husain di PN Jakarta Pusat

Terakhir, Robin meminta agar majelis hakim menjatuhkan vonis ringan pada dirinya.

“Karena saya memiliki tanggungan keluarga dan saya belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya seumur hidup pengabdian saya sebagai anggota Polri,” pungkas dia.

Dalam perkara ini jaksa menilai Robin terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di KPK.

Pengurusan perkara itu diduga dilakukannya dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Jaksa juga mengatakan Robin dan Maskur terbukti menerima uang suap senilai Rp 11,5 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com