JAKARTA, KOMPAS.com - Calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abhan mengatakan, ada sejumlah potensi permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Salah satunya, kemungkinan pemilu digelar masih di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, Abhan menyebutkan soal beban kerja penyelenggara pemilu yang tinggi kesulitan pemilih dalam menggunakan hak pilih karena banyaknya surat suara.
"Masih di tengah pandemi Covid-19. Beban kerja penyelenggara pemilu tinggi," kata Abhan dalam diskusi daring yang digelar Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Senin (13/12/2021).
Baca juga: KPU Minta DPR Bahas Tahapan hingga Jadwal Pemilu 2024 Sebelum 7 Desember
Karena itu, menurut Abhan, perlu ada terobosan untuk menyederhanakan desain surat suara. Sebab, berdasarkan pengalaman Pemilu 2019, banyak surat suara tidak sah terutama untuk surat suara pemilihan legislatif (pileg).
Selain itu, lanjut Abhan, penyelenggara pemilu juga perlu menyederhanakan rekapitulasi suara.
Dia mengatakan, hal ini untuk mengurangi beban kerja penyelenggara, tetapi tanpa mengurangi akuntabilitas rekapitulasi.
"Perlu tidak hanya penyederhanaan surat suara, formulir rekapitulasi juga harus disederhanakan. Mekanismenya, formatnya, tapi tidak mengurangi akuntabilitas dari hasil itu. Saya kira di sini titik teknologi informasi harus dibangun dalam rangka meringankan beban tugas dari kawan-kawab penyelenggara ad hoc," ujarnya.
Baca juga: Komisi II Targetkan Jadwal Pemilu 2024 Dapat Disepakati pada Awal 2022
Hal lain yang berpotensi jadi permasalahan yaitu adanya irisan tahapan penyelenggaraan yang akan berjalan bersamaan antara pemilu dan pemilihan. Menurut Abhan, ini bisa mengakibatkan konsentrasi penyelenggara terpecah.
Kemudian, Abhan menuturkan, pemuktahiran data pemilih masih jadi catatan. Ia mengatakan, pemuktahiran data menjadi tidak efektif dan menambah beban penyelenggara jika tidak tetap dilakukan dari proses awal untuk keduanya.
"Karena penyelenggaraan waktunya sangat berdekatan," tuturnya.
Hal senada disampaikan calon anggota KPU Diana Fawzia. Diana mengatakan, beberapa masalah yang kemungkinan dihadapi di Pemilu 2024, yaitu kendala teknis pemilu serentak seperti di 2019 dan dampak pandemi.
Selain itu, belum ada payung hukum dan kepercayaan penuh publik terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara (Sirekap) serta belum adanya undang-undang yang mengatur penggunaan instrumen digitalisasi sebagai alat kampanye.
"Bahkan mungkin dengan tingkat kerumitan dan keriuhan yang lebih tinggi karena keserentakan ini ada aturan yang belum dikuatkan," kata Diana.
Baca juga: Moeldoko: Jangan Sampai Data Palsu Digunakan untuk Pemilu 2024
Namun, dengan segala potensi keriuhan itu, Diana menegaskan dirinya optimistis menghadapi Pemilu 2024.
Menurut dia, salah satu hal penting yang harus diperkuat dan ditingkatkan adalah pendidikan pemilih. Diana mengatakan, jika pemilih cerdas, maka hampir semua persoalan dapat diantisipasi.
"Jadi menggunakan hak pilih secara merdeka, sadar, dan cerdas adalah tujuan dari pendidikan pemilih. Kalau pemilihnya cerdas, segala kerumitan itu paling tidak sudah bisa diantisipasi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.