Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Permendikbud 30/2021, Frasa 'Tanpa Persetujuan Korban' Dinilai Lindungi Korban dari Sanksi

Kompas.com - 11/11/2021, 12:17 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berpandangan, perlu ada jaminan agar korban kekerasan seksual yang mengalami pemaksaan tidak turut dihukum sebagai pelaku tindakan asusila.

Menurut Hetifah, hal itu telah tertuang pada Peraturan Menteri Pendidkan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Pemendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dengan adanya frasa 'tanpa persetujuan korban'.

"Formulasi 'tanpa persetujuan korban' itu kan sebetulnya bertujuan untuk menjamin bahwa korban tidak akan turut mengalami sanksi dari kampus setelah mengalami pemaksaan oleh pelaku kekerasan seksual, sehingga korban pun merasa aman dan bebas untuk mengadukan kasusnya," kata Hetifah dalam keterangan tertulis, Kamis (11/11/20221).

Hal ini disampaikan Hetifah merespons kekhawatiran sejumlah pihak mengenai kemungkinan permendikbud ini meningkatkan perilaku seks bebas di kampus.

Baca juga: 21 Bentuk Kekerasan Seksual di Permendikbud 30/2021: Memaksa, Memperdayai, hingga Lakukan Tindakan Tanpa “Consent” ke Korban

Politikus Partai Golkar itu meyakini bahwa setiap kampus telah memiliki tata tertib yang mengatur sanksi untuk perbuatan zina dan tindak asusila.

Ia pun mendorong agar pengaturan terhadap tindak asusila dalam tata tertib kampus ditegakkan semakin tegas, tetapi pada saat bersamaan perlu ada jaminan bahwa korban kekerasan seksual tidak akan dihukum sebagai pelaku tindakan asusila.

Hetifah justru menyarankan agar ada hukuman ganda yang dijatuhkan bagi pelaku tindak asusila sekaligus kekerasan seksual.

“Hukumannya perlu diperberat, tidak hanya sebagai pelaku tindak asusila atau zina melainkan juga sebagai pelaku kekerasan seksual," ujar dia.

Hetifah menegaskan, dirinya mendukung adanya beleid ini. Ia menyayangkan kekisruhan yang timbul terhadap permendikbud tersebut karena perbedaan persepsi.

Untuk itu, ia mendorong Kemendikbud Ristek untuk menyosialisasikan permendikbud itu dengan lebih baik untuk mencegah terjadinya multitafsir.

Baca juga: Puluhan Akademisi Dukung Permendikbud soal Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

"Padahal kita sedang berbenah agar kampus menjadi tempat yang aman dan kondusif. Jangan sampai kekisruhan ini menjadikan upaya ini mengalami kemunduran dan bahkan terhambat," kata Hetifah.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbud Ristek, Nizam menegaskan, beleid ini sama sekali tidak melegalkan seks bebas.

Ia menjelaskan, “consent” dalam isi beleid tersebut merujuk pada konteks adanya unsur pemaksaan terkait suatu tindak kekerasan.

“Dalam KBBI kekerasan adalah sesuatu yang dipaksakan, ada unsur pemaksaan. Jadi kata consent tersebut dalam konteks unsur pemaksaan tadi. Sama sekali tidak ada dalam pikiran kami untuk melegalkan perzinaan,” kata Nizam, Rabu (10/11/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com