Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-putusan MK soal Pemutusan Akses Internet, Hak Memperoleh Infomasi Dinilai Makin Terancam

Kompas.com - 28/10/2021, 15:16 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kewenangan pemutusan akses terhadap informasi elektronik atau konten internet oleh pemerintah.

MK menyatakan menolak permohonan uji materi Pasal 40 Ayat (2b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut MK, kewenangan pemerintah itu tidak bertentangan dengan konstitusi.

Namun, Direktur Ekselutif Elsam Wahyudi Djafar menilai, putusan tersebut dapat menjadi pemicu semakin terancamnya kebebasan berekspresi dan hak memperoleh infomasi.

"Dengan kewenangan besar yang dimiliki pemerintah, akan memungkinkan pemerintah untuk secara ketat mengatur dan bertindak terkait dengan informasi yang dapat diakses oleh warganya, tanpa tersedia suatu mekanisme pengawasan yang layak dan ketat," kata Wahyudi dalam keterangan pers, Kamis (28/10/2021).

Baca juga: Saat MK Tolak Gugatan UU ITE dan Nyatakan Pemblokiran Internet Papua Konstitusional...

Wahyudi berpandangan, pembatasan akses oleh pemerintah harus melalui cara yang proporsional dan diatur dalam undang-undang atau berdasarkan putusan pengadilan.

Selain itu, pemutusan akses internet juga harus memiliki tujuan yang sah dan atas dasar kepentingan mendesak.

Sementara, Wahyudi mengatakan, putusan MK tidak mempertimbangkan argumentasi HAM, karena tidak menempatkan akses terhadap informasi elektronik, termasuk konten internet, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi serta hak atas informasi.

"Alih-alih mengelaborasi problem pembatasan HAM tersebut, dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi justru tidak konsisten dalam memaknai prescribed by law sebagai syarat pembatasan HAM," ujar dia.

Baca juga: Tolak Gugatan UU ITE, MK Nilai Pemutusan Internet Papua oleh Pemerintah Konstitusional

Wahyudi juga menganggap putusan MK gagal dalam mengelaborasi lebih jauh tentang pengaturan tata kelola konten internet di Indonesia.

Seharusnya, MK dapat menggunakan pendekatan perbandingan untuk melihat pembelajaran dari negara lain soal checks and balances dalam pembatasan konten internet.

Mekanisme checks and balances dinilai penting untuk mencegah praktik pembatasan yang sewenang-wenang.

Wahyudi pun mengkritik alasan MK mengenai aspek kecepatan dari transmisi informasi melalui internet sebagai dasar untuk melakukan tindakan pembatasan dengan segera.

Pandangan ini, kata Wahyudi, mengesankan bahwa MK melihat internet sebagai instrumen kejahatan yang perlu dikhawatirkan dan mengancam.

"Padahal internet sesungguhnya adalah sarana yang melahirkan banyak inovasi, kesempatan dan bersifat memberdayakan," ucap Wahyudi.

Baca juga: Saldi Isra: Pemutusan Akses Informasi Harus Perhatikan Hak Warga

Adapun permohonan uji materi terkait pemblokiran internet dalam UU ITE diajukan oleh Pimpinan Redaksi Suara Papua Arnoldus Belau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Pemohon menilai aturan mengenai pemutusan akses bersifat sewenang-wenang karena membatasi akses informasi dan merupakan bagian dari pembatasan hak asasi manusia (HAM).

Mereka meminta agar kewenangan pemerintah dalam pemutusan akses internet harus didasarkan pada Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) secara tertulis.

Permohonan uji materi ini juga berkaitan dengan pemblokiran internet yang pernah terjadi di Papua dan Papua Barat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com