JAKARTA, KOMPAS.com– Aktivis dan pengamat politik Rocky Gerung mengatakan, isu perpanjangan masa jabatan presiden merupakan kepentingan para oligarki dan elite politik.
Menurut Rocky, perpanjangan isu masa jabatan presiden akan berbeda maknanya apabila usulan amendemen UUD 1945 berasal dari rakyat.
Dengan demikian, Rocky mengatakan bahwa MPR RI sebagai penyelenggara amendemen semestinya melakukan suatu agenda yang berasal dari usulan masyarakat.
"Itu fungsi Anda (MPR) sebagai panitia. Anda penyelenggaranya, kan. Agenda perubahan, agendanya datang dari rakyat, bukan panitia (MPR) yang menyusun agendanya," kata Rocky dalam diskusi publik “Membaca Wacana Amandemen UUD 1945: Akal-akalan 3 Periode?”, Rabu (15/9/2021).
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945 Dikhawatirkan Jadi Pintu Masuk Perpanjang Masa Jabatan Presiden
Semestinya, kata Rocky, MPR RI mendengarkan informasi atau keresahan dari publik terkait isu kenegaraan kemudian memprosesnya, bukan sebaliknya.
Jika proses perpanjangan masa jabatan tetap digulirkan oleh MPR, maka Rocky ragu Presiden Joko Widodo akan menolaknya.
“Presiden (Jokowi) itu enggak mungkin menolak," kata Rocky Gerung.
Rocky pun heran Mahkamah Konstitusi (MK) masih diam belum mengeluarkan pernyataan di tengah polemik yang berpotensi memecah belah bangsa.
Apalagi, dia menilai bahwa wacana amendemen dan isu perpanjangan jabatan presiden sudah menjadi "keributan konstitusional" yang berpotensi memecah belah bangsa.
"Kita enggak dengar satu kalimat pun dari Mahkamah Konstitusi. Ajaib. Kan mestinya di dalam perdebatan publik hari-hari ini, Mahkamah Konstitusi mesti ngomong," ujar Rocky.
Baca juga: Amendemen UUD 1945 Dikhawatirkan Bakal Minim Partisipasi Publik
Menurut dia, MK memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi pasif untuk menerima aduan rakyat melalui judicial review.
Rocky menyebut MK sebagai lembaga tidak hanya memiliki tugas untuk menerima dan memproses judicial review yang diajukan rakyat.
Ia menilai, MK juga memiliki fungsi aktif, yakni judicial activism, untuk memantau situasi terkini yang terjadi di dalam kehidupan bernegara, misalnya dalam MPR hingga partai politik.
Mahkamah Konstitusi, kata Rocky, memiliki tugas menganalisis bagian-bagian percakapan hukum yang potensial untuk membahayakan konstitusi.