Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko PMK Sebut Angka Pemberian ASI Eksklusif Turun dalam 3 Tahun Terakhir

Kompas.com - 25/08/2021, 13:59 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, ada penurunan persentase bayi yang mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif dalam waktu 3 tahun terakhir.

Muhadjir menyampaikan, jumlah bayi yang mendapat ASI ekslusif di tahun 2018 sekitar 68,7 persen, tetapi jumlah tersebut menurun di tahun 2019 menjadi 65,8 persen.

“Bayi sampai enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif turun dari angka 68,7 persen tahun 2018 menjadi 65,8 persen pada tahun 2019,” kata Muhadjir di acara “Hari Puncak Pekan Menyusui Sedunia 2021” yang disiarkan virtual, Rabu (25/8/2021).

Lebih lanjut, menurut dia, jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan kembali menurun di tahun 2020.

“Dan tahun 2020 turun ke angka 53,9 persen,” imbuhnya. 

Baca juga: Menteri PPPA Ungkap Pentingnya ASI Eksklusif untuk Cegah Stunting

Menurut Muhadjir, penurunan angka pemberian ASI eksklusif kepada bayi harus menjadi perhatian semua pihak.

Sebab, ia mengatakan, pemberian ASI eksklusif memiliki banyak manfaat terhadap pertumbuhan anak di masa depan.

Ia mengatakan, ibu yang menyusui dan pemberian ASI eksklusif kepada bayi dapat mencegah kematian terhadap ibu dan anak serta mengurangi risiko penyakit terhadap anak.

“Memiliki kemungkinan mengalami obesitas atau berat badan berlebih yang lebih rendah dan tidak rentan mengalami penyakit tidak menular di masa dewasa,” tambahnya.

Secara psikologis, Muhadjir mengatakan, pemberian ASI dapat membangun kedekatan antara ibu dan anak bila dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan asupan ASI ekslusif.

Selanjutnya, ia menuturkan, anak yang mendapat ASI esklusif cenderung tumbuh menjadi anak yang lebih cerdas.

“Sebaliknya, tidak menyusui dikaitkan dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah dan mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar Rp 302 miiliar per tahun,” ucap Muhadjir.

Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga dapat mengurangi risiko stunting terhadap anak.

Saat ini, stunting masih menjadi tantangan secara global. Muhadjir menyebutkan, Indonesia masih memiliki 27,7 persen kasus stunting.

“Salah satu cara untuk mencegah stunting adalah pemberian air susu ibu atau ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. ASI eksklusif artinya bayi tidak mendapatkan asupan lainnya selain ASI ibu,” ungkap dia.

Baca juga: Kementerian PPPA Imbau Masyarakat Tingkatkan Kesadaran Pentingnya ASI Eksklusif

Ia pun mengajak semua pihak memberi dukungan terhadap ibu yang menyusui anaknya.

Muhadjir ingin menyusui bayi dengan ASI ekslusif dapat menjadi kebiasaan atau lifestyle di Indonesia.

“Menyusui bayi harus menjadi lifestyle setiap ibu Indonesia, semua dukungan tersebut butuh komitmen dan tanggung jawab kita bersama untuk mewujudkan SDM yang unggul dan berkualitas di masa yang akan datang,” tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com