Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kaum "Klayapan", Mereka yang Dilarang Pulang ke Indonesia

Kompas.com - 23/08/2021, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Senja memeluk erat bulan November
mendesing angin utara berputar-putar
dedaunan melayan terbang jatuh gugur
musim dingin segera datang
yang menyiksa setiap tahun

Tersirap ingatan ke kampung halaman
hati yang rindu selalu saja terdengar
hempasan ombak berdebur
dasar anak khatulistiwa
yang selalu bermandikan caya mentari
di atapi awan putih langit biru
di alasi laut menghampar mendekap rindu

Oh kampung halaman
tahun depan genap duapuluh tahun
terdampar dalam dendam lirih
tertindih pegunungan
gelisah
orangtua dua-dua sudah lama tiada
kakak, abang, ipar sudah pada bernisan
istri lah tiga bulan ditangisi
satu-satu berguguran
bagikan melayangnya dedaunan

(“November” – Beijing, November 1980, Sobron Aidit)

PUISI ini ditulis oleh adik Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) 1964-1966 Dipa Nusantara Aidit yang bernama Sobron Aidit.

Kerinduannya untuk pulang ke tanah air terus dipendamnya hingga akhirnya berkalang tanah nun di Paris, Perancis.

Berasal dari keluarga yang diindikasikan “kiri” oleh rezim Soeharto, hampir semua kerabat DN Aidit terlunta-lunta di mancanegara.

Sobron yang sempat menjadi guru besar di Institut Bahasa Asing Beijing, China, dan penyiar radio Beijing terhalang pulang karena paspornya dicabut pasca-Peristiwa 1965 akhirnya menjadi warga negara Perancis.

Tidak hanya Sobron, ada ratusan bahkan ribuan lainnya jika sanak keluarga ikut dihitung. Di zaman itu para mahasiswa ikatan dinas yang dikirim ke luar negeri di era Soekarno sejak 1961 termasuk diplomat dan misi Indonesia yang tengah di luar negeri tidak bisa pulang karena paspornya dicabut pasca-Peristiwa 1965.

Mereka yang dicabut paspornya tidak bisa diperpanjang di semua kedutaan Indonesia di mana pun berada karena tidak berikrar kesetiaan terhadap pemerintahan Soeharto.

Mereka yang tidak lapor ke kedutaan dianggap sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah paspor dicabut maka mereka tidak memiliki kewarganegaraan (stateless) sebelum akhirnya mendapat suaka di berbagai negara.

Dari penelitian yang menjadi judul disertasi saya yakni Transformasi Indentitas dan Pola Komunikasi Para Pelarian Politik di Mancanegara saya menemukan sosok-sosok hebat di luar negeri tetapi aslinya orang Indonesia.

Waruno Jati, PhD warganegara Jerman yang menjadi peneliti di Max Planck – institusi penelitian terkemuka di Jerman.

Bambang Soeharto warganegara Jerman, alumni pertelevisian Chekoslovakia yang sempat menjadi petinggi di Deustche Welle TV dan menjadi satu-satunya orang non-Jerman pertama yang menjadi pimpinan elit media pemerintah Jerman.

Willy Kantaprawira, PhD warganegara Jerman yang sempat berkarir di lembaga internasional yang berafiliasi dengan PBB.

Dr Sopian Waluyo warganegara Swedia yang menjadi pengembang ilmu kependidikan di Swedia.

Prof Ernoko Adiwasito warganegara Venezuela yang menjadi mahaguru ilmu ekonomi di Venezuela.

Manuaba PhD yang menjadi salah satu pengembang atom di Hongaria.

Apoteker lulusan Bulgaria Sri Basuki yang kini mukim dan menjadi warganegara Jerman atau Tom Ilyas warganegara Swedia yang sempat menjadi teknisi senior di pabrikan otomotif Scania.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com