Berkat Putu pula, ilmu perpustakaan kini naik pamor dan menjadi pengembangan keilmuan yang lain. Putu pensiun mengajar dari RMIT pada 2011 dan hingga kini masih menjadi narasumber kegiatan ilmiah dan membantu membimbing mahasiswa doktoral di tanah air walau menetap dan telah menjadi warga negara Australia.
Kisah yang dialami Putu Laxman Pendit sangat berkorelasi dengan topik disertasi saya di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran (2010) walau kadar “penderitaan” para obyek penelitian saya jauh lebih berat dan menderita lahir bathin ketimbang Putu Laxman Pendit.
Seperti kisah salah satu narasumber saya yaitu Sobron Aidit, adik kandung Ketua CC PKI DN Aidit yang hingga akhir hayatnya bekerja di Restorant Indonesia Paris. Kerinduannya akan kampung halamannya di Belitung, dibawa sampai mati.
Selama rezim Soeharto berkuasa, mereka yang dianggap “kiri” dan berseberangan dengan Orde Baru dilarang pulang.
Karena berbiaya mahal jika peti jenazah dikirim ke Belitung, jenazah Sobron akhirnya dikremasi dan sebagian abu jenazahnya dibawa pulang ke tanah air.
Sobron wafat terjatuh di stasiun kereta api bawah tanah di Paris, medio Februari 2007 silam.
Abu jenazah dalam setoples ukuran sedang harus saya bawa diam-diam dari Jakarta ke Belitung bersama salah satu anak Sobron.
Dengan menghubungi kerabat DN Aidit yang masih ada, akhirnya kami mendapat petunjuk keberadaan nisan kayu tua tak bernama.
Kuburan tanpa identitas itu adalah milik kedua orang tua Aidit bersaudara yakni Abdullah Aidit dan Ayu Mailan.
Di situlah kami menjalankan amanat mendiang Sobron untuk dimakamkan berdekatan dengan orang tuanya walau “wujud” mendiang tinggal berbentuk abu saja.
Prosesi ritual itu harus diakhiri dengan cepat sebelum aparat di Belitung mengetahui keberadaan keluarga Aidit.
Sebelum 2007, Sobron beberapa kali ingin menjenguk kampung halamannya di Belitung, namun gagal karena tidak mendapat visa masuk ke bekas tanah airnya.
Presiden Abdurrahman Wahid menyebut mereka yang tidak bisa pulang karena mengalami pencabutan paspor sebagai kaum “klayapan”.
Dengan alasan kemanusian mengingat usia mereka sudah lanjut serta berjiwa besar karena rezim lama telah melakukan pelanggaran HAM berat, kepulangan mereka ke tanah air seharusnya tidak melulu disikapi dengan menggunakan security approach yang berlebihan.
Putu Pendit, Tom Ilyas, Bambang Soeharto, atau Willy Kantaprawira adalah anak-anak bangsa yang telah menjalani pilihan hidupnya di negeri orang di saat negara abai dengan kewajibannya yang hakiki.
Sementara mereka yang telah tiada, kerabatnya menunggu kejelasan status orangtuanya dari negara asalnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.