Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegaduhan KPK Akan Jadi "Negative Legacy" jika Jokowi Tak Ambil Langkah Drastis

Kompas.com - 12/08/2021, 18:21 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menilai, kegaduhan yang terjadi pada Komisi Pemberantasan Korupsi akan menjadi warisan negatif Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurutnya, Presiden Jokowi perlu mengambil langkah drastis untuk mengatasi kegaduhan, misalnya dengan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.

"Saya kira kalau Presiden Jokowi tidak mengambil langkah-langkah drastis memperbaiki keadaan ini, khususnya dengan mengeluarkan perppu membatalkan UU Nomor 19 Tahun 2019 itu maka menurut saya berbagai kegaduhan yang timbul akan menjadi negative legacy dari Presiden Jokowi," kata Azra dalam diskusi yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (12/8/2021).

Baca juga: Azyumardi Azra Yakin Jokowi Tak Akan Keluarkan Perppu KPK Pasca-putusan MK

Azra berpandangan, Jokowi menunjukkan ketidaksetiaannya pada amanat reformasi jika tidak mengambil langkah tegas.

Era Reformasi setidaknya mengamatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Azra menuturkan, ekosistem politik menjadi tidak kondusif apabila Jokowi tidak melakukan upaya penyelematan KPK dan agenda pemberantasan korupsi.

Selama ini, ia tidak melihat Jokowi menunjukkan sikap tegas terkait isu pemberantasan korupsi.

Misalnya, Presiden Jokowi tidak membatalkan UU KPK hasil revisi dengan penerbitan perppu. Kemudian, Jokowi hanya satu kali berkomentar terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Bahkan, ketika Ombudsman RI telah menemukan adanya malaadministrasi dalam proses alih status pegawai KPK, Jokowi tidak memberikan respons.

"Intinya itu saja, banyak malaadministrasi, cacat prosedur dan macam-macam, tetapi Presiden Jokowi tidak melakukan apa-apa, berdiam seribu bahasa," ucap Azra.

Baca juga: Pemberhentian 51 Pegawai KPK dan Pembangkangan terhadap Presiden

Diketahui polemik soal alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih terus terjadi. Pengalihan status tersebut merupakan ketentuan yang diatur dalam UU KPK hasil revisi.

Penerbitan perppu untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK sempat diminta oleh pegiat antikorupsi hingga akademsi.

Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 itu dinilai melemahkan kewenangan KPK hingga memengaruhi independensi.

Sejak disahkan pada 17 September 2019, UU KPK hasil revisi memang menuai kontroversi. Proses revisi yang begitu cepat dinilai tak sesuai dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Akibatnya, demonstrasi besar-besaran pecah di berbagai kota. Mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan, meminta Presiden Joko Widodo membatalkan UU KPK hasil revisi.

Saat itu demonstrasi sempat berujung ricuh dan menyebabkan jatuhnya banyak korban dari kalangan mahasiswa. Merespons situasi tersebut, puluhan tokoh bangsa sempat menemui Jokowi dan mendesak penerbitan perppu untuk membatalkan UU KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com