Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan MPR Sebut Rencana Pemerintah Pajaki Sembako dan Jasa Pendidikan Tak Sesuai Pancasila

Kompas.com - 12/06/2021, 10:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menolak wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah/jasa Pendidikan dalam rancangan draf revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009.

Hidayat mengatakan rencana kebijakan tersebut tidak mencerminkan pelaksanaan dari dua sila Pancasila, yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Hidayat mengatakan bahwa wacana kebijakan tersebut juga berdampak negatif kepada rakyat menengah ke bawah yang perekonomiannya sedang dalam kondisi sulit di era pandemi Covid-19.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Sebut Sebagian Anggota Dewan Keberatan atas Rencana Pemajakan Sembako

"Mereka, masyarakat menengah ke bawah, mayoritas rakyat Indonesia yang terhubung dengan sekolah dan sembako justru dikenakan pertambahan pajak," tutur Hidayat sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (11/6/2021).

"Sedangkan para orang kaya dan konglomerat diberikan kebijakan tax amnesty, juga pajak 0 persen untuk PPnBM. Kebijakan seperti itu jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi, tidak sesuai dengan Pancasila pada sila ke-2 dan ke-5," ujar Hidayat.

Hidayat mengatakan, pemerintah seharusnya bukan hanya terpaku pada pemenuhan pajak di era pandemi.

Ia menyatakan pemerintah mestinya berinovasi agar dapat melakukan kewajibannya melindungi, memakmurkan, dan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.

"Karena pandemi Covid-19 mengakibatkan daya beli dan daya bayar rakyat menurun drastis. Mestinya pemerintah membantu rakyat, jangan malah membebani dengan pajak-pajak yang tidak adil itu," ujarnya.

Baca juga: Naskah Lengkap RUU KUP yang Mau Pajaki Sembako

Karenanya Hidayat juga menolak tegas apabila pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini juga menyasar kepada jasa pendidikan swasta baik formal, non formal, maupun informal.

Dia mengatakan, seharusnya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik individu maupun organisasi, harus dibantu dengan cara memberi insentif. Karenanya pemerintah seharusnya tidak membebani masyarakat yang berswadaya dengan dikenakan pajak.

"Seharusnya pemerintah berterima kasih, dan melindungi atau membantu pihak swasta yang menjadi penyelenggara jasa pendidikan karena telah membantu pemerintah memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945," ucapnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu menilai, wacana pengenaan pajak seperti ini bisa menambah beban lembaga pendidikan swasta baik pendidikan umum maupun keagamaan yang masuk pada kategori pendidikan formal, informal maupun non-formal.

Musababnya, sektor pendidikan swasta itu juga sangat terdampak akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Polemik PPN Sembako, Ini Tanggapan Guru Besar UGM

Ia mengatakan bila merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, maka mencakup juga pendidikan formal, non formal dan informal.

Peraturan tersebut juga mencakup operasionalisasi lembaga pendidikan keagamaan. Akibatnya lembaga keagamaan yang menyelenggarakan pendidikan juga akan terbebani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com