Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giri Suprapdiono: Tujuan Awal Revisi UU KPK Bukan untuk Singkirkan Pegawai Tak Lolos TWK

Kompas.com - 04/06/2021, 14:42 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono menyebutkan, sejak awal tujuan penyusunan revisi Undang-Undang KPK tidak dimaksudkan untuk memberhentikan sejumlah pegawai melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Menurut Giri, salah seorang anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani juga mengatakan, seharusnya semua pegawai KPK diangkat terlebih dahulu menjadi ASN kemudian baru dilakukan pembinaan.

"Kan original intent orang yang menyusun undang-undang tuh dan diakui oleh beberapa orang ini, termasuk Pak Arsul Sani mengatakan, 'enggak kayak begini, mestinya diangkat dulu jadi PNS dan dilakukan pembinaan". Dan itu tecermin dalam peraturan yang ada,” kata Giri kepada Kompas.com, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Giri Suprapdiono: Saya Orang yang Tolak Mobil Dinas KPK, Saya Sampaikan ke Pimpinan

Giri juga menambahkan, semestinya setelah semua pegawai dilantik menjadi PNS, kemudian baru masuk ke tahap orientasi atau pembinaan sebagai ASN.

Sehingga, tidak perlu ada label "merah" atau "tidak bisa dibina" terhadap sejumlah pegawai yang tidak lolos TWK.

"Jadi bukan pembinaan ala, seperti ini, orang dicap warna merah, tidak bisa dibina, harus bela negara dan segala macam," kata dia.

Oleh karena itu, Giri pun menduga TWK merupakan sebuah alat untuk menyingkirkan sejumlah pegawai tertentu.

"Ini adalah penyingkiran secara sistematis saja, mengunakan dalih formal yaitu namanya tes wawasan kebangsaan," ucap Giri.

Baca juga: 75 Pegawai KPK Disingkirkan TWK, Pencarian Harun Masiku Terkendala

Diketahui, KPK menetapkan sebanyak 75 pegawainya tidak lolos TWK. Adapun, TWK merupakan tes alih status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dari total 75 pegawai tersebut, hanya 24 pegawai yang diberikan kesempatan untuk mengikuti pembinaan wawasan kebangsaan lanjutan sebelum diangkat menjadi ASN.

Namun, 24 pegawai tersebut juga masih memiliki peluang untuk tidak lolos dalam proses pembinaan.

Sementara itu, 51 pegawai lainnya dianggap sudah masuk katagori “merah” dan tidak bisa dibina.

Mereka pun akan diberhentikan dari posisinya sebagai pegawai KPK per November 2021.

Baca juga: Ungkap Kejanggalan TWK, Giri Suprapdiono: Pewawancara Tahu Rumah Saya di Kaki Gunung 700 Kilometer dari Jakarta

Tentunya, hal ini menjadi sorotan masyakarat. Banyak pihak yang menuding ada tujuan tertentu dari pemberhentian sejumlah pegawai KPK.

Salah satunya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai upaya pemberhentian pegawai dengan menggunakan hasil asesmen TWK dilakukan bukan hanya oleh Pimpinan KPK.

"Selama ini dalam pengamatan kami, yang harus dilihat lebih lanjut Pimpinan KPK tidak bergerak sendiri. Ada pola yang terbentuk, ada kerjasama dengan kelompok tertentu," ucapnya dalam konferensi yang ditayangkan di kanal YouTube Sahabat ICW, Rabu (26/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com