Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Berpesan ke Wajib Pajak agar Tak Beri Imbalan ke Pegawai Pajak

Kompas.com - 03/03/2021, 15:11 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi pesan kepada wajib pajak, kuasa wajib pajak, dan konsultas pajak untuk tidak menjanjikan atau memberikan imbalan, hadiah, atau sogokan kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Sri Mulyani meminta wajib pajak, kuasa wajib pajak, dan konsultan wajib pajak menjaga integritas Direktorat Jenderal Pajak dengan melakukan hal-hal di atas.

"Agar wajib pajak, kuasa wajib pajak dan konsultan pajak ikut menjaga integritas dari Direktorat Jenderal Pajak dengan tidak menjanjikan atau berupaya memberikan imbalan atau hadiah atau sogokan kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Kemenkeu RI, Rabu (3/3/2021).

Baca juga: Soal Suap Terkait Pajak yang Ditangani KPK, Sri Mulyani Mengaku Dapat Laporannya Awal 2020

Sri Mulyani menyampaikan, praktik tersebut tidak hanya merusak individu atau insittusi Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga merusak pondasi negara.

Ia juga meminta wajib pajak, kuasa wajib pajak, dan konsultan pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Sri Mulyani pun mempersilakan para wajib pajak atau kuasa wajib pajak untuk melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak maupun pegawai Kementerian Keuagnan.

Laporan dapat disampaikan melalui whistle blowing system Kementerian Kesehatan, surat elektronik ke alamat pengaduan@pajak.go.id, atau menghubungi Kring Pajak di nomor 1500200.

"Berbagai pengaduan akan kami lindungi sehingga kami juga berjanji untuk melakukan langkah-langkah di dalam meneliti dan tindakan-tindakan korektif apabila memang terdapat bukti," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Pegawai Ditjen Pajak Diduga Terlibat Suap, Sri Mulyani: Pengkhianatan dan Lukai Perasaan

Ia mengatakan, kasus dugaan suap terkait pajak yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berawal dari pengaduan masyarakat yang diterima Kementerian Keuangan.

Di samping itu, Sri Mulyani juga mengingatkan jajarannya untuk terus menjaga integritas masing-masing pribadi dan institusi.

KPK tengah mengusut dugaan suap terkait pajak dengan nilai suap mencapai puluhan miliar Rupiah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, modus dalam kasus suap ini serupa dengan kasus-kasus yang pernah ditangani KPK sebelumnya, yakni wajib pajak menyuap pemeriksa pajak agar nilai pajaknya menjadi rendah.

"Nilai suapnya besar juga, puluhan miliar. Tidak salah itu juga melibatkan tim pemeriksa. Kalau di pajak kan modusnya seperti itu, bagaimana caranya supaya WP (wajib pajak) bayar pajak rendah dengan cara menyuap pemeriksanya agar pajaknya diturunkan," kata Alex, Selasa (2/3/2021).

Baca juga: Pegawai Pajak yang Diduga Terlibat Suap Miliaran Rupiah Dibebastugaskan

Alex menuturkan, penanganan perkara itu sudah masuk tahap penyidikan. Namun, ia belum mengungkap pihak-pihak mana yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Ia mengatakan, penyidik KPK masih bekerja mengumpulkan bukti-bukti dalam kasus tersebut sebelum mempublikasikan informasi detil terkait perkara itu ke hadapan publik.

"Nanti kalau sudah alat buktinya cukup, tentu akan kami ekspose. Ekspos kepada teman-teman wartawan biar teman-teman penyidik sekarang bekerja sehingga buktinya cukup kuat. Nanti kami tetapkan tersangka langsung kami tahan orangnya," ujar Alex.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com