Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Kekurangan Bila Pilkada Tetap Digelar Tahun 2024...

Kompas.com - 09/02/2021, 13:18 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri sekaligus peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, ada sejumlah kekurangan apabila pemilihan kepala daerah (Pilkada) tetap dilaksanakan tahun 2024.

Pertama, kata dia, pelaksanaan pilkada yang berbarengan dengan pemilu nasional akan menambah beban kerja penyelenggara pemilu.

"Nah kalau ada pemilihan besar semua dijadikan satu, di dalam waktu yang berdekatan, itu sebetulnya akan sangat merepotkan, pekerjaan ya akan sangat sulit," kata Hadar kepada Kompas.com, Senin (8/2/2021).

Jika beban kerja terlalu besar, Hadar menyebut, hal itu berpotensi membuat penyelenggara pemilu tidak bisa menjalankannya dengan baik.

Sehingga nantinya akan berpengaruh pada kualitas penyelenggaraan pemilu nantinya.

Baca juga: Azis Syamsuddin Sebut Revisi UU Pemilu Penting Guna Perkuat Kualitas Demokrasi

Kekurangan kedua yaitu masyarakat menjadi bingung karena ada banyak pilihan yang harus mereka pilih. Selain itu, jika dilaksanakan berbarengan dengan pemilu nasional, pemilu daerah akan kehilangan sorotan masyarakat.

"Belum lagi biasanya pemilih presiden itu akan lebih banyak menarik banyak perhatian," ujarnya.

"Ramenya itu pemberitaan kegiatannya itu pemilihan presiden yang lebih ramai. Sehingga perhatian semua pihak ke arah sana," lanjut dia.

Kekurangan lainya adalah jika pilkada dan pemilu serentak dilaksanakan serentak pada 2024 masyarakat tidak bisa melakukan evaluasi pemerintahan.

Hadar menuturkan, meski pelaksanaan pilkada dan pemilu nasional dilaksanakan di bulan yang berbeda tetap saja tidak cukup waktu untuk melakukan evaluasi.

"Jadi adanya jeda dari satu pemilihan ke yang lain itu bisa memberi ruang bagi pemllih yang punya kedaulatan penentu ini untuk melakukan evaluasi dan memastikan pilihan yang terbaik buat dia," ungkapnya.

Baca juga: Dinamika Revisi UU Pemilu: Nasdem dan Golkar Berubah Sikap, Demokrat dan PKS Tetap Mendukung

Selain itu, Hadar juga menilai, jika pilkada tidak dilaksanakan pada 2022 dan 2023 akan membuat masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh pemimpin definitif tepat setelah masa jabatan kepala daerah habis.

Ia memahami bahwa masa jabatan yang tengah kosong tersebut bisa diisi oleh penanggungjawab daerah, namun pengisian jabatan tersebut justru berpotensi menimbulkan masalah baru.

"Kepala daerah yang pejabat itu biasanya kepala daerah yang double-double jabatannya misalnya seorang dirjen dia dikasih pejabat di mana," ujarnya.

"Jadi dia juga tidak bisa fokus biasanya. jadi itu tidak terlalu baik juga sebetulnya. Kecuali darurat betul ya," ucap dia.

Adapun di dalam pembahasan revisi UU Pemilu, terdapat wacana untuk menormalkan jadwal pilkada menjadi tahun 2022-2023 yang awalnya akan dilaksanakan tahun 2024.

Penormalan itu rencananya akan dimasukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tengah dibahas oleh DPR.

Namun kini, beberapa fraksi justru menarik keinginannya untuk melakukan revisi UU Pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com