Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mardani: PKS Dorong Pilkada 2022 dan 2023

Kompas.com - 02/02/2021, 21:06 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera kembali membeberkan sikap partainya yang mendorong Pilkada serentak 2022 dan 2023 dapat terlaksana.

"Terkait untuk Pilkada, Partai Keadilan Sejahtera berharap, Pilkada 2022 dan 2023 di-on-kan. Kenapa? Karena bayangkan ratusan daerah dipimpin oleh pelaksana tugas untuk masa satu sampai dua tahun," kata Mardani dalam tayangan di channel Youtube pribadinya, Selasa (2/2/2021).

Menurut dia, situasi di mana ratusan daerah dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) dalam jangka waktu tersebut dapat membahayakan pelayanan publik atau masyarakat.

Baca juga: PKS Setuju Revisi UU Pemilu Atur Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023

Sebab, ia berpandangan bahwa Plt berbeda dengan kepala daerah definitif. Sementara, dalam situasi pandemi, Mardani menilai publik perlu sosok kepala daerah yang memiliki mandat kuat dari rakyat.

"Dalam situasi pandemi, di masa krisis, ada banyak refocusing anggaran. Ada banyak program yang perlu ditajamkan. Kita perlu kepala daerah yang punya mandat kuat dari rakyat. Bukan penunjukkan," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, PKS berharap Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan. Hal ini, menurutnya juga akan berdampak positif bagi masyarakat.

Baca juga: KPU: Sangat Berat apabila Pilkada Serentak Digelar 2024

Ia berpendapat, dengan dilakukannya Pilkada 2022 dan 2023, masyarakat dapat melihat kontestasi yang sehat dari setiap calon yang ada.

"Itu juga baik bagi masyarakat karena kita bisa melihat kontestasi yang sehat, siapa kepala daerah terbaik yang mungkin bisa dicalonkan untuk 2024," pungkasnya.

Selain itu, Mardani juga menanggapi aturan yang ada dalam RUU Pemilu kabar bahwa mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak bisa mengikuti Pilpres hingga Pilkada.

Mengambil sikap, Mardani mengaku tidak setuju dengan aturan tersebut. Sebab, menurutnya organisasi yang dimaksud sudah dilarang dan dengan demikian sudah tidak ada anggotanya.

Baca juga: KPU: Partisipasi Pemilih dalam Pilkada 2020 Paling Tinggi Sejak 2014

"Lalu setiap orang juga memiliki hak untuk dipilih dan memilih. Karena itu kita perlu untuk mengembalikan. Tidak dengan cara bagaimana orang itu dikekang suara dan kebebasannya," ujarnya.

"Tetapi biarkan mereka berinteraksi, tapi literasi dan edukasi yang harus diperkuat. Betapa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila adalah final, Pancasila konsensus kita bersama, Pancasila rumah kita bersama. Apapun yang bertentangan dengan Pancasila, itu yang harus kita larang, itu yang harus kita perkuat," sambungnya.

Selain itu, Mardani mengatakan pemerintah perlu memperjelas alasan pelarangan dari organisasi tersebut.

Penjelasan tersebut dapat dilakukan dengan dialog dan musyawarah. Sehingga, nantinya menimbulkan kesatuan setiap warga dalam berbangsa dan bernegara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com