JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa mengatakan, belum waktunya DPR dan pemerintah mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Menurut saya belum waktunya mengubah UU Pemilu," kata Suharso saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/1/2021).
Suharso menilai, demokrasi prosedural menjadi kurang baik akibat bongkar pasang melalui UU Pemilu. Perubahan UU Pemilu dalam waktu relatif cepat membuat tidak ada waktu untuk mematangkan demokrasi.
"Tergerus dengan perubahan Undang-Undang Pemilu. Diperlukan kemantapan demokrasi prosedural agar demokrasi substansial memperoleh kesempatan berkinerja," ujarnya.
Baca juga: Baleg Gelar RDPU RUU Pemilu, DKPP Diusulkan Kembali Jadi Lembaga Ad Hoc
Suharso menilai ambang batas pencalonan presiden yang tengah digodok dalam revisi UU Pemilu sebaiknya tetap 20 persen.
Selain itu, terkait ambang batas parlemen, ia menilai ambang batas parlemen dengan angka 4 persen sudah cukup tinggi dan masih relevan.
"Karena kian tinggi ambang batas parlemen, makin tinggi suara rakyat yang tersia-siakan. Ambang batas parlemen 4 persen relatif sudah tinggi," ucapnya.
Lebih lanjut, Suharso menilai, sistem proporsional terbuka kurang menghargai partai politik sebagai lembaga politik.
Padahal, kata dia, partai politik diberikan amanat konstitusi, untuk merekrut warga negara yang memenuhi syarat menjalankan pemerintahan, baik di eksekutif maupun legislatif, secara langsung.
"Partai politik harus diperkuat sebagai lembaga yang melahirkan kader-kader bangsa untuk mengurusi pemerintahan," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan, UU Pemilu belum saatnya direvisi.
"Tentu alasan (revisi UU Pemilu) yang dikemukakan adalah untuk memperbaiki kualitas pemilu itu sendiri. Namun demikian, PAN berpendapat bahwa UU tersebut belum saatnya untuk direvisi," kata Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulis, Senin (25/1/2021).
Menurut Zulkifli, payung hukum yang ada saat ini terkait pelaksanaan Pemilu, masih sangat baru yaitu secara formal diterapkan dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir.
Oleh karenanya, ia menilai, belum saatnya dilakukan revisi UU tersebut. Meski demikian, beleid tersebut cukup disempurnakan melalui aturan turunan.
"Sejauh ini penyelenggaraan pemilu yang dilakukan dengan payung hukum UU ini berjalan cukup baik. Meskipun tentu ada hal-hal yang perlu disempurnakan di dalam aturan turunannya," ujarnya.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II: Dalam Draf RUU Pemilu, Pilkada Digelar 2022 dan 2023
Zulkifli juga mengatakan, revisi UU Pemilu tidak mudah, lantaran banyak kepentingan yang harus diakomodir seperti kepentingan partai politik, pemerintah pusat dan daerah, penyelenggara pemilu dan masyarakat.
Oleh karenanya, ia mengajak semua pihak lebih baik memperkuat persatuan yang sempat terbelah saat Pemilihan Presiden (Pilpres).
"Kita harus meyakini bahwa persaudaraan kebangsaan adalah modal utama kita dalam membangun bangsa Indonesia ke depan," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.