JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, selain menjalani kebiri kimia, para pelaku kekerasan seksual terhadap anak juga wajib direhabilitasi.
Rehabilitasi dibutuhkan, kata dia, agar hasrat seksual pelaku atau perilaku menyimpang dapat dihilangkan.
"Pelaku tidak semata-mata disuntikkan kebiri kimia, namun harus disertai rehabilitasi untuk menekan hasrat seksual berlebih pelaku dan agar perilaku penyimpangan seksual pelaku dapat dihilangkan," kata Nahar kepada Kompas.com, Senin (4/1/2020).
Baca juga: Jika Predator Seksual Anak Melarikan Diri, Bagaimana Kebiri Kimia Diterapkan?
Nahar mengatakan, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020, pelaku bakal menjalani rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik.
PP tersebut tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
"Sehingga pelaku akan direhabilitasi psikisnya juga, agar tidak memiliki perilaku seksual menyimpang lagi, dalam hal ini melakukan kekeradan terhadap anak," kata dia.
Oleh karena itu, ia pun berharap pelaku kekerasan seksual terhadap anak bisa jera dengan adanya hukuman kebiri kimia tersebut. PP itu diharapkan juga bisa menghentikan niat calon pelaku.
"Kebiri harus disertai rehabilitasi sebagaimana diatur dalam PP 70 tahun 2020, hanya berlaku juga bagi pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kejahatan yang sama," kata dia.
"Selain itu mengakibatkan anak luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia," lanjut dia.
Adapun kebiri kimia terhadap pelaku, kata dia, dilaksanakan setelah pidana pokok dengan jenis hukuman sesuai Undang-Undang (UU) 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: Dukung PP Kebiri Kimia Predator Seksual, Komnas PA: Ini Hadiah untuk Anak Indonesia
Selain itu, diterbitkannya PP 70 Tahun 2020 tersebut juga dikarenakan angka kekerasan anak yang masuk dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) didominasi oleh kekerasan seksual.
Pada periode 1 Januari 2020 hingga 11 Desember 2020, kata dia, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 5.640 kasus.
"Sejak 2016 saat banyak kasus kekerasan seksual terjadi ditengah masyarakat telah ditetapkan sebagai kejahatan serius yang kemudian dikeluarkan Perppu 1 tahun 2016 dan ditetapkan melalui UU 17 Tahun 2016," kata dia.
"Agar efektif dilaksanakan maka aturan pelaksananya perlu dibuat termasuk PP 70 tahun 2020," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.