Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada 4.250 Dugaan Pelanggaran, Bawaslu: Pilkada Belum Seperti yang Kita Harapkan

Kompas.com - 17/12/2020, 21:57 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan, hingga 12 Desember 2020, tercatat ada 4.250 dugaan pelanggaran selama pilkada.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.194 dugaan pelanggaran merupakan hasil temuan jajaran Bawaslu. Sedangkan 1.056 lainnya berasal dari laporan masyarakat.

"Ini tentu menjadi catatan kita bahwa Pilkada kita ternyata ini belum menjadi pilkada yang sesungguhnya kita harapkan, pilkada yang jujur, adil," kata Ratna dalam sebuah diskusi daring, Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Ada Rekomendasi yang Tak Ditindaklanjuti KPU, Ini Saran Bawaslu

 

Ratna mengatakan, dari ribuan dugaan pelanggaran tersebut, yang paling tinggi adalah pelanggaran hukum lainnya seperti netralitas aparatur sipil negara (ASN). Dugaan pelanggaran jenis ini jumlahnya mencapai 1.459.

Tingginya dugaan pelanggaran netralitas ASN dinilai tidak lepas dari banyaknya calon kepala daerah petahana.

Dari 270 daerah yang menggelar pilkada, terdapat 230 calon yang berlatar belakang sebagai petahana.

Baca juga: Bawaslu: Perolehan Suara Calon Tunggal di Pilkada 2020 Mendominasi di 25 Kabupaten/Kota

 

Ratna melanjutkan, dugaan pelanggaran lain yang jumlahnya cukup tinggi yakni pelanggaran administrasi. Angka pelanggaran terkait hal ini mencapai 1.262.

Menurut Ratna, setidaknya ada tiga jenis pelanggaran yang berkaitan dengan administrasi. Pertama, ihwal tata cara, mekanisme, dan prosedur pelaksanaan tahapan pemilihan.

Kedua, pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terhadap perbuatan politik uang. Ketiga, pelanggaran yang berkaitan dengan penggantian pejabat selama tahapan Pilkada dan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Yang sanksinya adalah diskualifikasi," ujar Ratna.

Baca juga: Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada Dinilai sebagai Anomali Demokrasi

 

Dugaan pelanggaran lain berkaitan dengan kode etik. Tercatat, jumlahnya mencapai 230 pelanggaran.

Pelanggaran etik umumnya berupa keberpihakan penyelenggara pemilu ad hoc, baik Panwascam (Pengawas Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), atau PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), terhadap salah satu bakal pasangan calon.

Menurut Ratna, adanya catatan ini menunjukan bahwa angka pelanggaran pada Pilkada 2020 cukup tinggi.

Seharusnya, pilkada yang jujur tidak mencatatkan pelanggaran dalam jumlah banyak, baik itu pelanggaran netralitas ASN, politik uang, penyalahgunaan wewenang, perbuatan menguntungkan dan merugikan salah satu calon, atau kampanye di luar jadwal.

"Ini menunjukan bahwa kepatuhan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan ini memang masih belum sampai pada tahap ideal kita," kata Ratna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com