Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Anggap Alasan MA Sunat Hukuman Penyuap Eks Kalapas Sukamiskin Tidak Masuk Akal

Kompas.com - 11/12/2020, 15:35 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan putusan peninjauan kembali (PK) yang dijatuhkan Mahkamah Agung kepada Fahmi Darmawansyah, terpidana kasus suap eks Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, setidaknya ada dua argumentasi yang tidak masuk akal dalam putusan yang membuahkan pengurangan hukuman bagi Fahmi tersebut.

"Putusan ini sangat tidak masuk akal, selain karena pengurangan hukuman, juga menyangkut argumentasi yang dijadikan dasar permohonan PK itu diterima oleh Mahkamah Agung," kata Kurnia, Jumat (11/12/2020).

Argumentasi tak logis pertama yang dimaksud Kurnia adalah ketika majelis hakim menyebut warga binaan lain memiliki fasilitas yang sama di dalam lapas, sehingga putusan yang dijatuhkan kepada Fahmi bertentangan dengan prinsip perlakuan yang sama.

Baca juga: Saat Hakim MA Nilai Pemberian Mobil kepada Kalapas Sukamiskin Kedermawanan

Menurut Kurnia, pertimbangan tersebut janggal karena penindakan yang dilakukan KPK berdasarkan adanya laporan masyarakat.

"Jika laporan masyarakat tersebut berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Fahmi Darmawansyah, bagaimana mungkin KPK dapat menindak pihak lain?" ujar Kurnia.

Lagi pula, tambah dia, KPK bekerja berlandaskan alat bukti sehingga tidak mungkin bagi KPK menindak pihak lain jika alat buktinya belum cukup.

Kedua, Kurnia mempertanyakan alasan majelis hakim menyebut pemberian mobil Mitsubishi Triton yang diminta oleh Wahid bukan dikehendaki atas niat jahat Fahmi, melainkan karena sifat kedermawanan.

"Titik fatal pertimbangan putusan ada pada poin ini, bagaimana mungkin pemberian barang terhadap Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang dilakukan oleh warga binaan dianggap sebagai sifat kedermawanan?" ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, perbuatan Fahmi tersebut jelas-jelas merupakan tindak pidana suap atau setidak-tidaknya dikategorikan sebagai gratifikasi.

Baca juga: Penyuap Eks Kalapas Sukamiskin Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Kurnia mengatakan, MA mesti menjelaskan logika di balik putusan PK tersebut.

Jika tidak, putusan itu akan mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat dan semakin menurunkan derajat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Diberitakan, MA mengabulkan PK yang diajukan Fahmi dan menyunat hukuman Fahmi dari 3,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan menjadi 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim PK membeberkan sejumlah pertimbangan.

Salah satunya terkait pemberian mobil Mitsubishi Triton seharaga Rp 427 juta oleh Fahmi kepada Wahid yang dinilai tidak dilandasi oleh niat jahat untuk memperoleh fasilitas di Lapas Sukamiskin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com