Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap UU ITE Ancam Kebebasan Berpendapat, SAFEnet Taruh Harapan pada Komnas HAM

Kompas.com - 05/12/2020, 08:59 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sub Divisi Paguyuban Korban UU ITE SAFEnet Muhammad Arsyad menaruh harapan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk bergerak melawan kejanggalan yang ada di Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Arsyad melihat Komnas HAM bisa menjadi organ penyaring dalam peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan di kepolisian pada setiap kasus berkaitan dengan UU ITE.

"Kenapa? Karena kami melihat Komnas HAM adalah satu lembaga yang punya kewenangan untuk melihat apakah orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana UU ITE menggunakan haknya sebagai warga negara untuk berpendapat dan berekspresi," kata Arsyad dalam Webinar Kebijakan Pidana di Ruang Siber bertajuk "Membaca Putusan Jerinx: Bahaya UU ITE Berlanjut" Jumat (4/12/2020).

Baca juga: SAFEnet: Pasal Karet UU ITE Mengintai 99 Persen Pengguna Internet

Menurut dia, hal ini perlu dilakukan Komnas HAM karena selama ini, UU ITE dinilai mengancam kebebasan berpendapat yang ada di dalam HAM.

Ia mengambil contoh kasus yang menjerat I Gede Ari Astina alias Jerinx terkait "IDI Kacung WHO". Jelas Arsyad, Jerinx menjadi salah satu dari sekian banyak korban UU ITE yang menurut dirampas kebebasan berpendapatnya.

Padahal, ia melihat bahwa pasal yang dikenakan terhadap Jerinx yaitu ujaran kebencian, tidak tergambarkan dalam postingan tersebut.

"Tetapi pendapat terkait apa yang dilakukan atau apa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat masyarakat terkait kebijakan pemerintah atau kritikan masyarakat terhadap kebijakan. Malah dianggap sebagai ujaran kebencian kepada profesi dokter," terang dia.

Untuk itu, ia berharap agar Komnas HAM dapat bertugas untuk menyaring peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan.

Selain itu, Arsyad juga berharap agar pemerintah dan DPR mencabut pengaturan pidana pasal karet dalam UU ITE.

Baca juga: SAFEnet: Putusan Kasus Jerinx Tidak Dapat Diterima, Hakim Keliru Tafsirkan Ujaran Kebencian

"Mengapa harus dicabut? Karena semua pasal-pasal pidana di UU ITE sudah ada di KUHP. Pornografi sudah ada di UU Pornografi, pencemaran nama baik sudah ada di KUHP, ujaran kebencian sudah ada di KUHP. Kenapa lantas lebih marak dilakukan di UU ITE? Karena proses meningkatkan status lidik ke sidik itu sangat mudah," tuturnya.

Arsyad memberi contoh bagaimana pengadilan mengambil bukti seseorang dapat terjerat pasal karet UU ITE.

Ia mengatakan, pengadilan dapat menjadikan unggahan postingan seseorang di internet sebagai barang bukti.

"Itu sudah satu alat bukti. Lalu ditambah ahli dari persidangan yang bisa juga tidak kredibel menurut kami. Sudah menjadi dua alat bukti. Jadi langsung meningkat statusnya," ucapnya.

Sebelumnya, pasal karet dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE telah menjerat Jerinx pada kasus "IDI Kacung WHO".

Drummer band Superman Is Dead itu dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Majelis hakim PN Denpasar menjatuhkan vonis hukuman satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp 10 juta kepada Jerinx, Kamis (19/11/2020)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakin Jerinx terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com