Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Petani Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

Kompas.com - 24/11/2020, 11:05 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) dan sejumlah organisasi lainnya mengajukan permohonan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tercatat pemohon dalam uji materi itu terdiri dari Serikat Petani Indonesia (SPI) yang diwakiliki Agus Rulu Ardiansyah, Yayasan Bina Desa Sada jiwa (Bina Desa) atas nama Dwi Astuti. Lalu, Arie Gumilar, Dicky Firmansyah dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

Kemudian Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) yang diwakili Mansuetus Asly Hanu, Perkumpulan Pemantau Sawit atas nama Andi Inda Fatinaware, Indonesia Human Right Commite Social Justice (IHCS) diwakili Gunawan.

Baca juga: Sidang Perdana Judicial Review UU Cipta Kerja, KSPI: Buruh Tak Gelar Aksi

Selanjutnya Indonesia For Global Justice diwakili Rahmi Hertanti, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia yang diwakili Abdullah Ubaid, Serikat Nelayan Indonesia atas nama Budi Laksana.

Yayasan Daun Bendera Nusantara diwakili Heru Setyoko, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan atas nama Said Abdullah, Jaringan Masyarakat Tani Indonesia yang diwakiliki Kustiwa S Adinanta.

Serta Aliansi Organis Indonesia tercatat atas nama Maya Stolastika Boleng, Perkumpulan Perempuan Nelayan Indonesia diwakili Masnuah dan Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air atas nama Hamong Santono.

"Para pemohon dengan ini mengajukan permohonan uji formil atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan SPI yang dilansir dari laman www.mkri.id, Selasa (24/11/2020).

Hal-hal yang dipermasalahkan SPI dalam permohonan uji formil antara lain pembuatan naskah akademik yang dilakukan setelah rancangan Undang-Undang.

Padahal, menurut pemohon, rancangan Undang-Undang baru bisa dibuat setelah ada naskah akademik.

"Naskah akademik yang menjadi landasar filosofi, yuridis dan sosiologis, dengan tujuan Undang-Undang a quo dapat di implementasikan dengan baik sesuai dengan kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia," lanjut isi permohonan SPI.

Permasalahan selanjutnya adalah adanya perubahan halaman dan subtansi dalam UU Cipta Kerja setelah disahkan.

Menurut SPI, UU yang telah disepakati bersama oleh DPR dan pemerintah tidak boleh diubah bahkan disentuh.

Baca juga: Serikat Pekerja Tekstil Gugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

"Bahwa dengan demikian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 sejak awal dimulainya perancangan sudah melanggar syarat formil dibentuknya Undang-Undang yaitu Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal dengan Pasal 20 dan Pasal 22a Undang-Undang Dasar 1945," demikian isi berkas permohonan lagi.

Oleh karena itu, SPI beserta aliansi yang ikut menjadi pemohon dalam perkara ini meminta majelis hakim konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945. Serta menyatakan UU Cipta Kerja tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com