Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Sanksi Pidana pada UU Cipta Kerja Dinilai Berpotensi Munculkan Ketidakadilan Hukum

Kompas.com - 06/11/2020, 20:43 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, tidak ada sinkronisasi terhadap sanksi pidana di setiap klaster dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ia mengatakan, mestinya ketika 79 UU disatukan dalam UU Cipta Kerja, sanksi pidana di setiap klaster untuk kasus yang sama harus diseragamkan.

"Masing-masing UU sektoral itu (dalam UU Cipta Kerja) mempunyai ancaman pidana tersendiri. Seharusnya, ketika ini dijadikan dalam satu UU, maka terhadap dampak yang sama, ancaman pidananya pun harus sama," kata Eddy, sapaan Edward, dalam diskusi virtual bertajuk 'Anotasi Hukum UU Cipta Kerja, Pemaparan Kertas Kebijakan FH UGM atas UU Cipta Kerja, Jumat (6/11/2020).

Baca juga: Perbaikan Salah Ketik UU Cipta Kerja, Pakar Hukum: Sebaiknya Terbitkan Perppu

Eddy mengatakan, tidak adanya sinkronisasi terhadap sanksi pidana ini akan mengakibatkan munculnya disparitas pidana dan ketidakadilan dalam penegakan hukum.

"Apa akibatnya, pasti sekali lagi saya katakan, pasti terjadi disparitas pidana, dan ini adalah ketidakadilan dalam suatu penegakan hukum," ujarnya.

Eddy mencontohkan, sanksi pidana dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam UU Cipta Kerja disebutkan bahwa jika mengakibat kematian akan terancam pidana maksimum 1 tahun penjara.

Sementara itu, sanksi pidana dalam bidang perikanan dalam UU Cipta Kerja disebutkan bila mengakibatkan kematian akan terancam pidana maksimum 6 tahun penjara.

"Jadi sama-sama akibat mati, dalam konteks lingkungan hidup maksimal 1 tahun penjara, dalam konteks UU Perikanan 6 tahun penjara. Ini tidak sinkron," ucapnya.

"Jadi seharusnya terhadap akibat yang sama, sanksi pidananya harusnya juga sama," sambungnya.

Baca juga: Walhi Nilai UU Cipta Kerja Kebiri Hak Atas Informasi

Berdasarkan hal tersebut, Eddy mengatakan, sanksi pidana dalam UU Cipta Kerja bisa diperbaiki untuk disinkronkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau legislative review.

"Kalau dilakukan pengujian di dalam MK bahwa pasal-pasal itu menimbulkan disparitas pidana yang berujung pada ketidakadilan, maka semua pasal-pasal ancaman pidana itu sangat mungkin untuk dibatalkan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com