Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Entah Undang-undang Apa Lagi yang Akan Dibuat secara Ugal-ugalan..."

Kompas.com - 15/10/2020, 16:32 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, khawatir pembentukan undang-undang yang dilakukan secara cepat dan tertutup menjadi kebiasaan baru DPR dan pemerintah.

Bivitri mengatakan, praktik pembuatan undang-undang secara sembunyi-sembunyi telah beberapa kali terjadi, antara lain pada proses revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK), dan penyusunan RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Menurut Pakar, Penyusunan RUU Cipta Kerja Tak Cukup dalam 9 Bulan

"Kalau kita diamkan ini terus-menerus, mulai dari revisi Undang-Undang KPK, Minerba, MK, kemarin juga cuma tujuh hari, dan juga ini (RUU Cipta Kerja), lama-lama ini menjadi modus baru," kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk "UU Cipta Kerja vs Pemberantasan Korupsi", Kamis (15/10/2020).

"Entah undang-undang apa lagi yang akan dibuat dengan cara yang ugal-ugalan seperti ini," ucap Bivitri.

Bivitri menilai praktik penyusunan undang-undang yang sembunyi-sembunyi juga semakin frontal.

Ia mencontohkan simpang siurnya draf RUU Cipta Kerja yang sempat berganti jumlah halaman meski telah disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna.

Tak hanya itu, mereka yang mengkritik RUU Cipta Kerja justru dianggap belum membaca RUU tersebut secara lengkap.

"Kemudian menarasikan, 'Kamu kalau belum baca kamu jangan demonstrasi,' misalnya begitu. Hal-hal seperti itu jadi mengecilkan juga gerakan-gerakan atau suara dari publik, ini yang sangat menggelisahkan," tutur dia.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja yang Berubah-ubah...

Oleh karena itu, kata Bivitri, setiap upaya konstitutional, mulai dari penerbitan perppu hingga pengajuan judicial review, patut diperjuangkan.

Namun, Bivitri juga mengajak publik untuk menyoroti praktik ugal-ugalan penyusunan undang-undang oleh DPR dan pemerintah agar tidak dipandang sebagai sebuah kebenaran baru.

"Kita harus suarakan terus, kalau enggak, lama-lama hal yang sebenarnya salah kalau dilakukan terus-menerus, lama-lama kita akan anggap ini benar," kata Bivitri.

Sebelumnya, draf RUU Cipta Kerja yang beredar di publik terus berubah-ubah. Setidaknya, hingga Selasa (13/10/2020), ada empat draf berbeda.

Dalam situs DPR (dpr.go.id), diunggah draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1.028 halaman. Kemudian, di hari pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, unsur pimpinan Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi dan Willy Aditya memberikan draf setebal 905 halaman.

Namun, belakangan dikatakan bahwa draf tersebut masih harus diperbaiki. Achmad Baidowi menjamin tidak ada perubahan substansi. Dia mengatakan, perbaikan hanya sebatas pada kesalahan ketik atau pengulangan kata.

Baca juga: Penjelasan DPR soal Draf UU Cipta Kerja yang Berubah-ubah

Pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf RUU dengan jumlah 1035 halaman. Di halaman terakhir draf tersebut ada tanda tangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyatakan, draf tersebut hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10/2020) malam. Menurut dia, ada perbaikan redaksional dalam draf RUU Cipta Kerja.

Namun, pada malam harinya, kembali beredar draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Indra menyatakan, draf berjumlah 812 halaman itu merupakan hasil perbaikan terkini.

Naskah final Undang-Undang Cipta Kerja telah diserahkan oleh Indra kepada Presiden Joko Widodo, Rabu (14/10/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com