Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada, Ancaman Klaster Covid-19, dan Desakan untuk Menunda

Kompas.com - 21/09/2020, 08:03 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 menjadi polemik di tengah meluasnya pandemi Covid-19.

Sejumlah pihak mendesak agar Pilkada ditunda karena khawatir terhadap ancaman penularan virus corona.

Desakan ini bukan tanpa alasan. Meski ada aturan tentang protokol kesehatan di Pilkada, pada praktiknya terjadi pelanggaran terhadap aturan tersebut.

Sejumlah aturan yang dirancang pun dinilai tidak tegas dan membuka peluang penyebaran virus corona.

Bahkan, meski tahapan penyelenggaraan Pilkada belum sampai setengah jalan, kini sejumlah penyelenggara dinyatakan tertular Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Kaji Dua Opsi untuk Perppu Pilkada 2020

Berikut merupakan rangkuman soal belum kokohnya aturan, termasuk belum kompaknya aparat, untuk penyelenggaran Pilkada Serentak 2020.

1. Pelanggaran protokol kesehatan

Sebagai penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya telah mengatur agar setiap tahapan Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan dengan protokol kesehatan.

Dalam hal pendaftaran peserta misalnya, Pasal 49 Ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 menyebutkan bahwa yang boleh hadir saat pendaftaran adalah ketua dan sekretaris partai politik dan bakal pasangan calon, serta bakal pasangan calon perseorangan.

Namun, nyatanya, bakal calon kepala daerah hadir dengan iring-iringan massa dalam jumlah besar.

Baca juga: Pengamat: Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Memungkinkan Pilkada Ditunda

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, selama masa pendaftaran peserta Pilkada 4-6 September lalu, terjadi 243 dugaan pelanggaran terkait aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Atas peristiwa ini, para pemangku kepentingan justru saling melempar persoalan.

Sebagai pengawas, Bawaslu menyebut bahwa kerumunan saat masa pendaftaran merupakan tanggung jawab kepolisian.

"Itu pelanggaran keamanan. Polisi yang bertanggung jawab," kata Fritz kepada Kompas.com, Jumat (4/9/2020).

Fritz mengatakan, Bawaslu berwenang dalam melakukan pengawasan, teguran, serta saran dan perbaikan ketika terjadi kerumunan massa saat pendaftaran.

Baca juga: Mendagri Kirim Surat ke KPU, Tak Setuju Konser dan Rapat Umum di Pilkada 2020

Sehingga, jika terjadi kerumunan, Bawaslu akan menyampaikan kepada pihak kepolisian untuk kemudian ditindaklanjuti aparat keamanan.

"Bawaslu menyampaikan kepada kepolisian. Bukan di ranah Sentra Gakumdu (Penegakkan Hukum Terpadu antara Bawaslu, Kejaksaan Agung, Kepolisian)," ujar Fritz.

KPU pun mengaku memiliki kewenangan terbatas sehingga tak bisa menindak kerumunan massa saat pendaftaran.

"Memang kalau untuk memberikan sanksi, KPU tidak bisa mendiskualifikasi (bakal paslon) akibat ada kerumunan massa," ujar Raka Sandi kepada wartawan, Selasa (8/9/2020).

"Karena UU yang dipakai untuk penyelenggara pilkada ini adalah UU Nomor 10 Tahun 2016, yang dibuat sebelum pandemi," lanjutnya.

Baca juga: Sekjen PDI-P Nilai PIlkada Tak Bisa Ditunda meski Ada Pandemi Covid-19

Petugas kesehatan menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9/2020).  Simulasi tersebut digelar untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA Petugas kesehatan menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9/2020). Simulasi tersebut digelar untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, sesuai bunyi PKPU Nomor 6 Tahun 2020 khususnya Pasal 11 Ayat (2), pihak yang melanggar protokol kesehatan Pilkada akan mendapat teguran dari KPU.

Namun, jika dengan teguran pelanggaran protokol kesehatan tetap terjadi, Pasal 11 Ayat (3) memberi kewenangan kepada KPU dan Bawaslu untuk menentukan sanksi yang akan dikenakan bagi pihak pelanggar.

Sanksi tersebut bisa berupa administrasi maupun pidana.

Dalam hal diputuskan penjatuhan sanksi pidana, maka kepolisian berwenang untuk menindaklanjuti.

Kendati demikian, Awi menyebut, sebagaimana arahan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis beberapa waktu lalu, proses hukum terhadap bakal pasangan calon yang diduga terlibat kasus pidana untuk sementara waktu akan ditunda.

Baca juga: Sekjen MUI: Kalau Pilkada Perparah Covid-19, Lebih Baik Ditunda

Kecuali, tindak pidana pemilu dan kasus tindak pidana yang melanggar keamanan negara.

Menurut Awi, dalam penindakan yang dilakukan aparat kepolisian, penegakan hukum adalah upaya terakhir. Polisi, kata dia, mengedepankan upaya preventif dan preemtif, serta menerapkan prinsip kehati-hatian.

"Jadi memang kita dalam hal ini kehati-hatian juga kita jaga jangan sampai institusi polri ini terseret ke ranah politik," kata Awi di Graha BNPB, Kamis (10/9/2020).

2. Ketegasan aturan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com