Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kurang Bukti Apa Lagi, Kita Sudah Darurat RUU PKS"

Kompas.com - 10/09/2020, 16:45 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Aliansi Akademi, Sulistyowati menilai, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah sangat sangat darurat untuk disahkan.

Hal tersebut dikarenakan masih banyak kekerasan seksual yang dialami para korban, yang terjadi hingga saat ini.

Bahkan, kata dia, Komnas Perempuan mencatat bahwa hingga 2020 terjadi 431.471 kasus kekerasan seksual di 34 provinsi.

"Kekerasan seksual ini sudah darurat. Dari data Komnas Perempuan itu di antaranya ada kekerasan seksual terhadap anak," ujar Sulistyowati dalam diskusi publik tentang RUU PKS yang digelar PDI-P secara daring, Kamis (10/9/2020).

Baca juga: Desakan Pengesahan RUU PKS dan Alotnya Pembahasan di Senayan

Oleh karena itu, kata dia, penting juga bagi para orangtua memperhatikan anak-anaknya agar tidak mengalami hal tersebut.

Bahkan, sejumlah kasus memperlihatkan bahwa pelaku juga berasal dari keluarga dan kerabat.

"Sebanyak 65 persen itu adalah kasus inses. Bayangkan anak-anak mengalami kekerasan seksual dari orang-orang yang dihormati, dicintainya sendiri di rumah, sekolah, bahkan rumah ibadah," kata dia.

Dari penelaahan hukum draf RUU PKS yang telah dilakukannya, disimpulkan bahwa secara filosofis draf tersebut sudah terpenuhi.

Baca juga: Ini Gambaran Perdebatan di DPR sehingga RUU PKS Belum Disahkan

Termasuk juga secara rule of law, telah dapat dipastikan bahwa draf tersebut sudah dibuat dengan cara-cara yang benar.

"Dari sosiologis juga kami melihat angka-angka yang disampaikan Komnas Perempuan, BPS, dan survei Aliansi Akademisi. Kurang bukti apalagi bahwa kita sudah darurat RUU PKS," kata dia.

"Kita butuh hukum untuk mengubah keadaan dari yang tidak baik jadi lebih baik. Kita butuh RUU khusus dan tidak akan ganggu RUU KUHP," ujar Sulistyowati.

Sebelumnya, Aliansi Akademisi telah menggelar survei kepada 2.227 responden yang 40 persen di antaranya adalah anak berusia di bawah 18 tahun dan 60 persen orang dewasa.

Baca juga: Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020 Dinilai sebagai Langkah Mundur

Dari survei tersebut diketahui bahwa 84 persen responden atau temannya pernah mengalami kekerasan seksual.

Kekerasan seksual yang dialami di antaranya 65 persen pelecehan seksual, pelecehan secara online 34,8 persen, percobaan perkosaan 11,3 persen, dan perkosaan 8,7 persen.

Tak hanya itu, sebanyak 88,4 persen responden juga menyebut bahwa hukum Indonesia belum melindungi korban kekerasan seksual.

"Artinya ini legitimasi untuk menyegerakan perundingan agar RUU ini bisa segera disahkan," ucap dia.

Adapun RUU PKS hingga saat ini belum disahkan karena pembahasan yang alot di DPR.

RUU tersebut bahkan dicabut dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com