JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh sebagai saksi kasus dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Rabu (12/8/2020) hari ini.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap Budiman, penyidik mendalami dugaan penerimaan uang dalam kasus ini.
"Penyidik juga mengonfirmasi keterangan saksi mengenai dugaan aliran dan penerimaan sejumlah uang dari para mitra penjualan," kata Ali dalam keterangannya, Rabu.
Baca juga: Kasus PT DI, KPK Konfirmasi Dirut PT PAL soal Penganggaran Mitra Penjualan
Hari ini, Budiman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks Direktur Utama PT DI, Budi Santoso dan eks Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zaini.
Dalam konstruksi perkara kasus ini, Budiman yang pernah menjabat sebagai Direktur Aerospace PT DI diduga menerima uang senilai Rp 96 miliar bersama sejumlah direktur PT DI lainnya.
"Terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima pejabat PT Dirgantara Indonesia di antaranya tersangka BS, Tersangka IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Jumat (12/6/2020).
Selain Budiman, hari ini penyidik memeriksa Budi sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan Budi, penyidik juga mendalami dugaan penerimaan uang dari para mitra penjualan.
Diberitakan sebelumnya, eks Dirut PT DI Budi Santoso dan eks Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zaini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI.
Dalam kasus ini, Budi dan Irzal diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS karena melakukan penjualan dan pengadaan fiktif.
Baca juga: KPK Panggil Dirut PT PAL Sebagai Saksi Kasus Korupsi PT DI
Uang tersebut merupakan uang yang dibayarkan PT DI kepada enam perusahaan mitra atau agen yang bekerja sama dengan PT DI meski mitra atau agen itu tidak pernah melakukan pekerjaannya.
"Seluruh mitra yang seharusnya melakukan pengerjaan, tetapi tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera di dalam surat perjanjian. Itulah kita menyimpulkan bahwa terjadi pengerjaan fiktif," kata Firli.
Atas perbuatannya, Budi dan Irzal dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.