Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPU Minta Majelis Hakim Perintahkan Pemeriksaan Kesehatan Ulang Djoko Tjandra

Kompas.com - 27/07/2020, 16:00 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim memerintahkan pemeriksaan kesehatan ulang terhadap Djoko Tjandra.

Hal itu dibacakan JPU dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2020).

“Maka sudah seharusnya dan sepatutnya majelis hakim peninjauan kembali pada PN Jaksel meminta untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang terhadap Djoko Sugiarto Tjandra sehingga kondisi pemohon PK dapat dipastikan,” kata salah seorang JPU saat sidang seperti ditayangkan di Youtube KompasTV.

JPU mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016.

Baca juga: JPU Minta Majelis Hakim Tolak Permohonan PK Djoko Tjandra

SEMA tersebut menyebutkan majelis hakim dapat meminta pemeriksaan kesehatan ulang oleh tim dokter rumah sakit umum pusat atau daerah apabila terdakwa tidak pernah hadir di sidang dengan alasan sakit permanen yang diperkuat dengan surat dokter.

Sebelumnya, Djoko Tjandra tidak menghadiri panggilan sidang sebanyak tiga kali, yaitu pada 29 Juni 2020, 6 Juli 2020, dan 20 Juli 2020.

Djoko Tjandra tak menghadiri sidang tersebut dengan alasan sakit. Kuasa hukumnya turut menyertakan surat keterangan sakit dari sebuah klinik di Kuala Lumpur, Malaysia.

Namun, JPU meragukan kebenaran surat sakit tersebut karena tak disertai bukti pendukung lainnya.

Baca juga: Pimpinan DPR Upayakan Komisi III Bisa RDP Bahas Djoko Tjandra meski Sedang Reses

“Terhadap informasi, keterangan, maupun surat yang menyatakan Djoko Sugiarto Tjandra sakit sebagaimana yang telah disampaikan di depan persidangan tidak dapat diyakini kebenarannya karena surat keterangan sakit tersebut tidak didukung bukti lain yang mendukung kebenarannya, seperti rekam medis atau keterangan tenaga kesehatan yang memeriksa Djoko Sugiarto Tjandra,” tuturnya.

“Sehingga keterangan saksi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengetahui apakah Djoko Sugiarto Tjandra benar-benar sakit atau tidak,” sambung dia.

JPU bahkan menilai bahwa Djoko Tjandra tidak menghormati serta tidak beritikad baik dalam menjalani proses persidangan.

Baca juga: Terkait Djoko Tjandra, Jokowi Didesak Bentuk Tim Bersama Polisi, KPK, dan Kejaksaan

Dalam pendapatnya yang dibacakan pada sidang tersebut, JPU meminta majelis hakim menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Tjandra.

“JPU meminta dengan hormat kepada majelis hakim berkenan untuk menyatakan, satu, permohonan PK yang diajukan pemohon Djoko Sugiarto Tjandra harus dinyatakan ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” tuturnya.

Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim menolak permohonan Djoko Tjandra perihal perlaksanaan sidang PK secara virtual.

PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Baca juga: Empat Sorotan ICW Terkait Penegakan Hukum dalam Kasus Djoko Tjandra

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com