Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diksi "New Normal" Salah, Pemerintah Disarankan Pakai Istilah yang Dimengerti Publik

Kompas.com - 13/07/2020, 13:44 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyarankan, di masa mendatang pemerintah sebaiknya menggunakan istilah yang mudah dipahami oleh masyarakat terkait penanganan pandemi Covid-19.

Saran itu disampaikan Pandu terkait ucapan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, yang mengakui bahwa istilah era kenormalan baru atau new normal salah.

"Menurut saya untuk masa mendatang, harus memanfaatkan atau menggunakan, atau merumuskan istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat," kata Pandu pada Kompas.com, Senin (13/7/2020).

Baca juga: Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ahli: Kalau Sudah Akui Salah, Perbaiki...

Ia juga menyarankan pemerintah segera memperbaiki kesalahan penggunaan diksi new normal dan cara berkomunikasi dengan masyarakat di masa pandemi Covid-19.

"Kalau memang sudah mengakui salah ya kemudian apa yang harus dilakukan, perbaiki," ungkapnya.

Menurut Pandu, kekurangan pemerintah bukan hanya dalam menyusun diksi terkait new normal tetapi juga menjalin komunikasi dengan masyarakat.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar dilakukan perbaikan komunikasi terkait risiko Covid-19 serta penting memperbaiki cara penyebaran informasi risiko dan berbagai macam pencegahannya.

"Diperbaiki dengan tadi meningkatkan komunikasi untuk perubahan perilaku pada penduduk," ujarnya.

Baca juga: Kerap Diucapkan Jokowi, Frasa New Normal Kini Direvisi Pemerintah...

Pandu juga menyarankan pemerintah terus memberikan edukasi pada masyarakat terkait pentingnya menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir.

Edukasi tersebut pun harus dilakukan dengan melibatkan tokoh yang berpengaruh di masyarakat.

"Apakah tokoh agama, atau tokoh masyarakat lain, dari semua elemen masyarakat," ucap Pandu.

Sebelumnya, Yurianto mengatakan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah.

Yuri mengatakan, sebaiknya new normal diganti dengan kebiasaan baru.

"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Yurianto dalam acara Peluncuran Buku "Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020).

Baca juga: Diksi New Normal Salah, Ahli: Berdampak pada Masyarakat, Kasus Tidak Turun-turun

Yuri menjelaskan, istilah new normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat.

Ia menilai, masyarakat hanya fokus pada kata "normal"-nya saja.

Yuri menjelaskan, istilah new normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat. Ia menilai, masyarakat hanya fokus pada kata "normal"-nya saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com