Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemantauan TII: Strategi Nasional Pencegahan Korupsi Belum Memadai

Kompas.com - 27/05/2020, 16:20 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Transparenscy International Indonesia (TII) merilis rapor pemantauan pelaksanaan strategi nasional pencegahan korupsi (Stranas-PK).

Pemantauan ini fokus pada empat sub-aksi, di antaranya pembentukan Unit kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), pelaksanaan Online Single Submmision implementasi kebijakan satu peta, dan percepatan sistem merit.

Dilakukan sejak November 2019 hingga Februari 2020 di sembilan wilayah, yakni Kota Gorontalo, Kota Banda Aceh, Kota Pontianak, Kota Yogyakarta, NTT, Kalimantan Timur, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara.

"Kesimpulan kami dari proses pemantauan di sembilan wilayah ini kami menemukan sebetulnya secara umum dari lima dimensi yang kami pantau masih dalam kategori kurang memadai," kata Peneliti TII Alvin Nicola, dalam diskusi online, Rabu (27/5/2020).

Baca juga: KPK Terbitkan SE soal Pencegahan Korupsi Anggaran Penanganan Covid-19

Dimensi yang digunakan TII adalah kelembagaan, sumber daya manusia dan anggaran, mitigasi risiko korupsi dan, pelibatan masyarakat.

TII juga mengumpulkan berbagai macam data, menggelar wawancara dengan melibatkan kelompok masyarakat hingga menggelar forum grup discussion.

Menurut Alvin, ada tiga dimensi yang kurang memadai dari Stranas-PK, yakni akuntabilitas, mitigasi risiko korupsi serta pelibatan masyarakat.

"Akuntabilitas kami melihat bahwa hal ini belum dijalankan secara menyeluruh terutama karena tadi kami melihat keterbukaan, partisipasi masyarakat inklusif, itu harusnya di embed secara baik," ujar dia.

Baca juga: Bertemu Luhut, Pimpinan KPK Bahas Pencegahan Korupsi dan Investasi

Kemudian, terkait mitigasi risiko korupsi juga dinilai masih kurang. Terutama pada peran dan tanggung jawab dalam menyiapkan infrastruktur di daerah.

"Ini masih rendah justru harus diseriusi ke depannya," lanjut dia.

Sedangkan dari dimensi pelibatan masyarakat Stranas-PK sangat kurang hampir disemua bagian.

Alvin mengatakan, banyak dokumen yang tidak bisa diakses oleh masyarakat. Komunikasi dengan publik pun masih harus diperkuat.

"Menurut kami ada berbagai peluang yang bisa kita perkuat ke depannya," ungkap Alvin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com