Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewas Akan Lantik Dirut PAW TVRI, Komite Penyelamat: Langgar Aturan dan Etika

Kompas.com - 27/05/2020, 05:21 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Penyelamat TVRI Agil Samal mengatakan, kekisruhan di internal Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI memburuk setelah Dewan Pengawas TVRI memutuskan akan melantik Dirut pengganti antar waktu (PAW) TVRI, hari ini, Rabu (27/5/2020).

Menurut Agil, proses seleksi itu tidak sah karena melanggar sejumlah undang-undang diantaranya, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Undang-undang Tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau biasa disebut UU MD3.

"Sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Dewas bukan saja pelanggaran terhadap hukum positif, namun juga telah lakukan pelanggaran terhadap etika komunikasi antara TVRI dan DPR RI," kata Agil dalam keterangan tertulis, Selasa (26/5/2020).

Baca juga: Langgar Rekomendasi DPR dan KASN, Dewas TVRI Tetap Seleksi Dirut PAW

Agil mengatakan, proses seleksi Dirut PAW TVRI harus berdasarkan sistem merit yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2024 Tentang ASN. Namun, Dewas tak melaksanakan hal tersebut.

"Proses ini telah melanggar UU Tentang ASN. Proses pengisian JPT (jabatan pimpinan tinggi) ASN setingkat direktur utama, pejabat eselon I, harus mengacu pada sistem merit dan menunggu rekomendasi Komisi ASN," katanya.

"Proses seleksi dirut PAW di TVRI menabrak semua aturan, di antaranya: ketua pansel PJT eselon I dipimpin oleh pejabat eselon lll," tambahnya menegaskan.

Baca juga: Komisi I Keluarkan Rekomendasi Pemberhentian Ketua Dewas TVRI

Agil menjelaskan, pada 11 Mei 2020, Komisi I DPR meminta agar proses seleksi Dirut PAW TVRI dimulai dari proses awal.

Namun, Dewas TVRI tidak mengindahkan hasil keputusan rapat Komisi I tersebut.

"Kesimpulan rapat kerja komisi yang bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah wajib dilaksanakan oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam pasal 98 ayat 6 UU MD3," ujarnya.

Agil menduga, ada unsur kesengajaan Dewas TVRI untuk tetap melantik Dirut PAW TVRI di tengah masa reses DPR, sehingga tidak ada pihak yang menghalangi mereka.

Baca juga: Seleksi Dirut TVRI Berlanjut, Ini 8 Nama Calon yang Lulus Uji Makalah

Ia juga mempertanyakan mengapa dalam menyeleksi Dirut PAW, Dewas justru berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, bukan pada UU ASN.

"Anehnya, mereka tetap jalankan Peraturan Pemerintah dalam hal ini PP 13/2005 dan mengabaikan Undang-Undang, justru dalam hierarki perundangan, UU justru mengalahkan PP yang notabene berada dibawah UU," tuturnya.

Lebih lanjut, Agil mengatakan, akan meminta para pemangku kepentingan TVRI termasuk Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses pemilihan Dirut PAW TVRI ini.

Baca juga: Komisi I DPR Tolak Surat Dewas TVRI soal Pemberhentian 3 Direktur

Secara terpisah, Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin ketika dihubungi Kompas.com mengatakan, Dewas belum memutuskan nama yang terpilih menjadi Dirut PAW TVRI.

Ia mengatakan, hingga saat ini, Dewas masih menggelar rapat untuk menentukan sosok baru Dirut PAW TVRI.

"Belum, masih rapat," kata Arief, Selasa (26/5/2020).

Sementara itu, ketika ditanya pelantikan Dirut PAW TVRI akan digelar Rabu (27/5/2020), Arif membenarkan hal tersebut.

"Iya, tapi ini lagi nunggu, masih dirapatkan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com