Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Perlindungan Awak Kapal Masih Rencana, Terhambat Wabah Pula

Kompas.com - 10/05/2020, 23:39 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Eva Trisiana mengatakan, pembahasan rancangan peraturan perlindungan (RPP) awak kapal laut dan perikanan terhambat pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Eva dalam sebuah diskusi online, Minggu (10/5/2020).

Eva mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebenarnya telah melakukan harmonisasi dengan Komisi IX DPR pada Februari lalu.

"Ini (RPP dibahas) Februari, hanya saja terhambat gara-gara Covid-19. Tapi sudah dalam tahapan harmonisasi," ujar Eva.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Penyakit ABK yang Dilarung di Laut Masih Misterius

Ia mengatakan, saat ini RPP itu berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk menunggu proses harmonisasi selanjutnya.

Eva mengatakan, RPP tersebut merupakan mandat atau turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran, tepatnya Pasal 4 dan Pasal 64.

Pasal 4, kata dia, menyatakan bahwa pelaut awak kapal dan perikanan merupakan pekerja migran Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Masih Cari Tahu Alasan Kapal China Larung Jenazah ABK Indonesia

Sementara Pasal 64 menyatakan, agar ada aturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 tersebut dan ditegaskan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2019 mengenai penempatan dan perlindungan awak kapal niaga dan perikanan.

"Ini sebetulnya sudah berproses dari 2018 awal, tapi kami akui dalam perjalanannya karena di situ ada kepentingan, ada beberapa kementerian/lembaga terkait sehingga perlu disinkronkan terutama masalah perizinan dan pengawasan," kata dia.

Sementara itu, Serikat Buruh Migran Indonesia Boby Alwi mendorong Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengatur tata kelola perlindungan para awak kapal.

Baca juga: Kematian ABK di Kapal China, Kasus Nyata Perbudakan Modern di Laut

Pasalnya, persoalan yang dihadapi para ABK, kata dia, tidak hanya menimpa satu orang saja, tetapi yang mengalaminya selalu bersama-sama.

"Kami mendorong Kemenaker leading karena sudah banyak mandat dari UU yang mengamanatkan Kemenaker untuk mengatur tata kelola perlindungan awak kapal," kata dia.

Pihaknya juga telah menyurati Menko Maritim hingga Presiden RI agar memperhatikan perlindungan terhadap para ABK tersebut.

Seperti diketahui, baru-baru ini viral sebuah video yang ditayangkan media Korea Selatan, memperlihatkan bagaimana jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China dilarung ke tengah laut.

Baca juga: Kemenaker Sebut Peristiwa Pelarungan ABK Pernah Terjadi Sebelumnya

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) memaparkan peristiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal ikan China.

Ketiganya merupakan awak kapal ikan Long Xin 629. Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020.

Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.

Selain telah mengirimkan nota diplomatik ke Pemerintah China, Retno mengatakan sudah berbicara dengan Duta Besar China di Indonesia terkait kasus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com