Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Harap Keppres Bencana Nasional Covid-19 Dapat Selesaikan Persoalan Soliditas Pemerintah

Kompas.com - 15/04/2020, 14:59 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menilai, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional, menunjukkan adanya ketidakkompakan pemerintah di dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia.

Padahal, soliditas dan sinergi antar-stakeholder baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19 di banyak negara.

"Persoalan utamanya di keppres baru ini, di poin ketiganya menunjukkan ketidaksolidan bagaimana kebijakan itu berlangsung dan pengerahan sumber daya manusia itu berlangsung," kata Choirul dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Baca juga: Komnas HAM Minta Aturan Pengajuan PSBB Dievaluasi, Jangan Tunggu Penyebaran Covid-19 Makin Masif

Poin tersebut mengatur soal pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19 di daerah yang harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat.

Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Menteri Kesehatan tidak memiliki wewenang untuk menggerakkan gugus tugas daerah yang diketuai oleh kepala daerah.

Satu-satunya pihak yang bisa menggerakkan gugus tugas di daerah adalah ketua gugus tugas di tingkat pusat, yang dalam hal ini dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

Baca juga: Segera Terapkan PSBB, Ini Rekomendasi Komnas HAM untuk Jabar dan Banten

Menurut Choirul, ada bias wewenang dalam penanganan Covid-19 ini. Di satu sisi, Covid-19 merupakan persoalan darurat kesehatan masyarakat sebagaimana diatur dalam UU 6/2018.

Namun, pada awal kasus ini mengemuka, pemerintah justru menetapkan kondisi ini sebagai bencana nonalam.

"Makanya keluar Keppres 7/2020 dan Keppres 9/2020, sekarang ditambah Keppres 12/2020. Ini tata kelola pengambil kebijakan tarik ulur dan seperti rekomendasi Komnas HAM sebelumnya, seperti tidak solid dari awal," ucapnya.

Baca juga: 4 Catatan Komnas HAM Terkait Pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta

Akibatnya, proses penanganan Covid-19 di daerah berjalan lambat. Bahkan, sejumlah usulan daerah agar diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke pemerintah pusat pun tidak lancar.

Ruang kompromi, sebut dia, muncul ketika gugus tugas juga berhak mengusulkan PSBB terhadap suatu wilayah.

"Kalau teman-teman cermati, di UU 6/2018 core group-nya adalah kesehatan, maka yang paling bertanggungjawab adalah menteri kesehatan. Tapi kalau lihat PP dan Permenkes, penetapan status PSBB itu tidak hanya pemda. Kalau di UU hanya pemda lho. Tapi di PP-nya ditambahin yang juga bisa mengajukan sebagai suatu status adalah gugus tugas," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM: Buruh Berhak Digaji di Kondisi Darurat

Ia berharap, keppres baru ini dapat menjadi jawaban atas kurangnya soliditas pemerintah dalam menangani Covid-19. Sebab, bila ada dualisme dalam penanganan Covid-19, dikhawatirkan hal itu justru akan mempersulit proses penanganannya.

"Kalau itu tidak solid, babak belur. Ini kan di level atas (seperti) ada dualisme," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com