Padahal, soliditas dan sinergi antar-stakeholder baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19 di banyak negara.
"Persoalan utamanya di keppres baru ini, di poin ketiganya menunjukkan ketidaksolidan bagaimana kebijakan itu berlangsung dan pengerahan sumber daya manusia itu berlangsung," kata Choirul dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Poin tersebut mengatur soal pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19 di daerah yang harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat.
Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Menteri Kesehatan tidak memiliki wewenang untuk menggerakkan gugus tugas daerah yang diketuai oleh kepala daerah.
Satu-satunya pihak yang bisa menggerakkan gugus tugas di daerah adalah ketua gugus tugas di tingkat pusat, yang dalam hal ini dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Menurut Choirul, ada bias wewenang dalam penanganan Covid-19 ini. Di satu sisi, Covid-19 merupakan persoalan darurat kesehatan masyarakat sebagaimana diatur dalam UU 6/2018.
Namun, pada awal kasus ini mengemuka, pemerintah justru menetapkan kondisi ini sebagai bencana nonalam.
"Makanya keluar Keppres 7/2020 dan Keppres 9/2020, sekarang ditambah Keppres 12/2020. Ini tata kelola pengambil kebijakan tarik ulur dan seperti rekomendasi Komnas HAM sebelumnya, seperti tidak solid dari awal," ucapnya.
Akibatnya, proses penanganan Covid-19 di daerah berjalan lambat. Bahkan, sejumlah usulan daerah agar diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke pemerintah pusat pun tidak lancar.
Ruang kompromi, sebut dia, muncul ketika gugus tugas juga berhak mengusulkan PSBB terhadap suatu wilayah.
"Kalau teman-teman cermati, di UU 6/2018 core group-nya adalah kesehatan, maka yang paling bertanggungjawab adalah menteri kesehatan. Tapi kalau lihat PP dan Permenkes, penetapan status PSBB itu tidak hanya pemda. Kalau di UU hanya pemda lho. Tapi di PP-nya ditambahin yang juga bisa mengajukan sebagai suatu status adalah gugus tugas," kata dia.
Ia berharap, keppres baru ini dapat menjadi jawaban atas kurangnya soliditas pemerintah dalam menangani Covid-19. Sebab, bila ada dualisme dalam penanganan Covid-19, dikhawatirkan hal itu justru akan mempersulit proses penanganannya.
"Kalau itu tidak solid, babak belur. Ini kan di level atas (seperti) ada dualisme," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/15/14590521/komnas-ham-harap-keppres-bencana-nasional-covid-19-dapat-selesaikan