JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute meminta Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko tidak perlu reaktif dalam menanggapi Peristiwa Paniai ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.
Sebelumnya, Moeldoko membantah Peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat karena dinilai tidak memenuhi unsur sistematis.
Ketua Setara Institute Hendardi menduga sikap reaktif tersebut dikarenakan Moeldoko menjabat sebagai Panglima TNI pada saat kejadian.
"Pemerintah yang diwakili Moeldoko tidak perlu reaktif. Karena, sebagai Panglima TNI saat peristiwa Paniai terjadi, bisa jadi Moeldoko adalah pihak yang perlu dimintai keterangannya," kata Hendardi melalui keterangan tertulis, Selasa (18/2/2020).
Baca juga: Setara Institute: Penuntasan Peristiwa Paniai Jadi Ujian bagi Jokowi
"Untuk menguji validitas unsur terstruktur sebagai variabel yang harus dipenuhi dalam sebuah kasus pelanggaran HAM berat dan memastikan adanya tanggung jawab komando (command responsibility)," sambung dia.
Hendardi menilai bahwa silang pendapat antara Moeldoko dengan Komnas HAM tidak produktif.
Ia pun menyarankan Komnas HAM untuk memperdalam berkas penyelidikan.
Sebab, proses penanganan kasus pelanggaran HAM berat kerap kali terhambat oleh kelengkapan berkas yang dinyatakan oleh Kejaksaan Agung.
Baca juga: Kejagung Teliti Berkas Kasus Paniai, Bakal Beri Jawaban dalam 1-2 Hari
"Komnas HAM sebaiknya fokus memperkuat laporan penyelidikan, yang biasanya oleh Kejaksaan Agung selalu dilemahkan," ujar Hendardi.
Dalam pandangannya, tanggapan kedua belah pihak dikategorikan sebagai pernyataan politik.
Komnas HAM, katanya, sedang melakukan politik penegakan HAM. Sementara itu, Moeldoko menjalankan peran politik untuk melindungi rezim.
Maka dari itu, Hendardi menuturkan, Kejaksaan Agung harus menjadi pihak yang dapat menengahi.
"Kecepatan Kejaksaan Agung menetapkan status kasus ini akan menyajikan jawaban yang lebih presisi," ungkap dia.
Baca juga: Setara: Paniai Bantah Klaim Mahfud Tak Ada Pelanggaran HAM Berat di Era Jokowi
Diberitakan, Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
Keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Ad Hoc, yang bekerja selama 5 tahun mulai dari tahun 2015 hingga 2020.
Dalam Peristiwa Paniai terjadi kekerasan penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang yang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk.
Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka penganiayaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.