Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teroris WNI Pelintas Batas Ingin Pulang, Anggota Komisi I: Perlakukan sebagai Pencari Suaka

Kompas.com - 03/02/2020, 17:48 WIB
Diamanty Meiliana

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya meminta pemerintah memperlakukan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) terduga teroris pelintas batas yang akan dipulangkan, sebagai pencari suaka.

Mereka diberitakan berafiliasi dengan ISIS.

"Kita tidak menganut dwi kewarganegaraan. Jadi kalau mantan ISIS itu sudah membakar paspor Indonesianya, mereka adalah para pencari suaka. Perlakukan mereka selayaknya pencari suaka," kata Willy, di Jakarta, Senin (3/2/2020), dikutip dari Antara.

Baca juga: Ada 660 WNI Diduga Teroris Pelintas Batas, Pemerintah Cari Solusi

Menurut dia, jika benar 600 orang Indonesia yang memilih membakar paspor Indonesia demi menjadi ISIS, maka tidak bisa pemerintah memperlakukan mereka sepenuhnya sebagai WNI.

"Mereka yang telah memilih menanggalkan kewarganegaraannya harus diperlakukan sebagai non WNI," jelasnya.

Willy menegaskan, pemerintah harus sangat hati-hati dalam mengambil langkah tersebut.

Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Dilema soal Nasib Teroris WNI Pelintas Batas

Menurutnya, terorisme adalah salah satu yang diperangi dunia secara global. Jangan karena mengembalikan mantan teroris pelintas batas, malah Indonesia dituding menjadi penampung teroris.

"Dalih kemanusiaan untuk memulangkan eks-ISIS harus benar-benar diimbangi dengan kepentingan pertahanan dan perlindungan warga negara yang lebih luas. Gak bisa kita korbankan lebih banyak warga Indonesia demi mendapat label kemanusiaan dari 600 eks-ISIS," jelas politisi Partai NasDem ini.

Pemerintah, kata dia, harus mengkaji lebih dahulu kebijakan pemulangan para terduga teroris pelintas batas itu.

Baca juga: Mahfud MD Khawatir jika Terduga Teroris Pelintas Batas Kembali ke Tanah Air

"Pemerintah perlu menyeleksi siapa yang bisa diberikan suaka, dipulangkan karena masih berpaspor Indonesia, dan siapa yang harus ditolak masuk ke Indonesia. Setelahnya, semua eks-ISIS yang masuk harus dididik dan dilatih dalam program khusus antiterorisme dan radikalisme sebelum dikembalikan ke tengah kehidupan sosial masyarakat," ujarnya.

Oleh karena itu, kata pria yang memegang gelar master pertahanan ini, langkah pemerintah yang akan memulangkan mereka, harus dengan perencanaan yang matang sebelum dieksekusi.

Ia menambahkan, harus ada mekanisme dan syarat yang harus diikuti oleh mantan ISIS sebelum mereka bisa diberangkatkan ke Indonesia.

Baca juga: Polemik Dugaan WNI Jadi Teroris Pelintas Batas, Ancaman Teror dan Hak Warga Negara...

Selanjutnya harus ada program pembinaan dan monitoring sebelum mereka dikembalikan ke masyarakat.

"Ini tidak kalah gawatnya dengan virus Corona. Treatment-nya juga harus extra hati-hati. Boleh jadi mereka yang memilih menjadi kombatan ISIS adalah korban propaganda, namun tidak menutup kemungkinan mereka juga adalah bagian dari propaganda ISIS," katanya.

"Karena itu upaya untuk mengikis dan menghilangkan paham atau dukungan terhadap violent extremism dari mereka yang datang ke Indonesia benar-benar harus holistik. Jangan kita membahayakan 230 Juta orang Indonesia demi 600 orang yang tega menanggalkan ke-Indonesiaannya," tutup Willy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com