Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK 'Bersih-bersih' Perkara, Bisa Dilanjutkan, Bisa Pula Dihentikan

Kompas.com - 27/01/2020, 16:53 WIB
Tsarina Maharani,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan 'bersih-bersih' perkara dugaan korupsi yang masih ditangani oleh lembaga antirasuah itu.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, saat ini ada sebanyak 366 perkara dugaan korupsi yang masih menumpuk dan siap untuk ditindaklanjuti.

"Tentu bertanya, 366 perkara ini akan diapakan? Pimpinan KPK sudah merumuskan, pertama, melakukan inventarisasi kembali terhadap seluruh perkara dalam kasus penyelidikan," kata Firli dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2020).

Baca juga: Firli Bahuri: Kalau Ada yang Sembunyikan Harun Masiku, Kita Tangkap!

Ada tiga kemungkinan terhadap sebanyak 366 perkara dugaan korupsi tersebut.

Pertama, apabila setelah dikaji, diputuskan untuk dilanjutkan penyelidikannya, pihaknya akan menerbitkan surat perintah penyelidikan lanjutan.

Kedua, apabila setelah dikaji, diputuskan tidak memenuhi unsur untuk diselidiki lebih lanjut atau naik ke tingkat penyidikan, maka pihaknya akan menghentikan penyelidikan.

"(Ketiga) atau apakah akan dilimpahkan kepada instansi berwenang lain," lanjut Firli Bahuri.

Baca juga: Firli Bahuri: Sampai Hari Ini, Kami Tidak Melakukan Penyadapan

Sementara pada tingkat penyidikan, KPK juga memiliki utang penuntasan perkara.

Firli menyebut, terdapat 113 surat perintah penyidikan yang berasal dari perkara dugaan korupsi sepanjang tahun 2008 hingga 2020. Hingga saat ini, penuntasannya belum selesai.

"Kalau saya katakan utang, tunggakan. Tunggakan perkara 2008-2020 itu sebanyak 113 yang diterbitkan surat perintah penyidikan. Selanjutnya di tahun 2020 ada 21 surat perintah penyidikan dan ini harus kita selesaikan," ujar Firli Bahuri. 

Mungkin Dihentikan

Khusus untuk perkara yang sudah masuk ke dalam tahap penyidikan ini, Firli menegaskan, akan membahasnya bersama dengan penyelidik dan penyidik KPK.

Baca juga: Ada 366 Kasus di Tahap Penyelidikan KPK, Firli: Perlu Dievaluasi

Pembahasan ini mesti dilakukan sesegera mungkin. Sebab, KPK saat ini memiliki waktu dua tahun untuk melakukan penyidikan.

Apabila memang hasil pembahasan diputuskan tidak memungkinkan untuk menindaklanjutinya, bukan tidak mungkin KPK akan menggunakan kewenangan barunya, yakni mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Muaranya nanti adalah, seketika perkara tersebut memang tidak layak dilanjutkan, karena dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 disebut batas waktunya dua tahun, tentu akan kami bahas," ujar Firli Bahuri.

Baca juga: Nasi Goreng Racikan Firli yang Hasilkan Kritikan Pedas...

"Karena jangan sampai orang ditetapkan tersangka sudah bertahun-tahun perkaranya enggak maju-maju," lanjut dia.

Selain di UU KPK, menurut Firli Bahuri, penghentian penyidikan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

"Kami ambil kepastian dengan berpedoman syarat-syarat penghentian penyidikan," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com