Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Nurhadi Tak Penuhi Panggilan Pemeriksaan Tanpa Alasan yang Jelas

Kompas.com - 03/01/2020, 18:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi tak memenuhi panggilan pemeriksaan di KPK pada Jumat (3/1/2019) ini. Nurhadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas.

Selain itu, dua orang lainnya, yakni menantu Nurhadi bernama Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto juga tak memenuhi panggilan pemeriksaan dan tanpa keterangan.

Ketiga orang tersebut rencananya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.

Baca juga: KPK Panggil Nurhadi Terkait Dugaan Suap dan Gratifikasi Penanganan Perkara di MA

"Kami sudah cek tadi ke teman-teman penyidik, memang tidak ada keterangan dari ketiga saksi tersebut yang seyogyanya hari ini memang akan diperiksa sebagai saksi, saling menjadi saksi. Karena seperti yang teman-teman tahu ketiganya kan juga tersangka," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jumat.

"Jadi tidak ada alasan yang disampaikan mengapa mereka tidak bisa hadir," lanjut Ali.

Sesuai prosedur, kata dia, penyidik berencana menjadwalkan pemanggilan ulang. Meski demikian, Ali belum bisa menyampaikan kapan tepatnya ketiga orang tersebut akan dipanggil lagi.

"Jadwalnya kapan nanti akan kami informasikan," katanya.

Ali menambahkan, pada dasarnya KPK sudah menyampaikan surat pemanggilan ke alamat tiga orang tersebut.

"Saya pastikan tadi ke penyidik kalau surat itu sudah dilayangkan ke alamat-alamat yang ada ya untuk ketiga orang tersebut," ujar dia.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Nurhadi, Rezky dan Hiendra sebagai tersangka. Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

Baca juga: Tak Terima Jadi Tersangka, Eks Sekretaris MA Nurhadi Ajukan Praperadilan

Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut, Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT MIT dan tiga lembar cek miliknya untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.

Namun, ternyata PT MIT kalah dalam perkara itu sehingga Hiendra meminta kembali sembilan lembar cek yang pernah diberikan tersebut.

Kemudian, dalam perkara sengketa saham PT MIT, Hiendra diduga telah menyerahkan uang senilai Rp 33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky supaya Hiendra dapat memenangkan perkara tersebut.

Di samping itu, Nurhadi juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp 12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) di MA dan permohonan perwalian selama kurun waktu Oktober 2014-Agustus 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com