Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi PKS Isyaratkan Setuju Wacana Amendemen Terbatas UUD 1945

Kompas.com - 18/11/2019, 05:42 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

BALI, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di MPR Tifatul Sembiring mengisyaratkan, partainya setuju wacana amendemen terbatas UUD 1945.

Tifatul mengatakan, kemungkinan bisa dilakukan oleh MPR apabila hanya untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Jadi menurut saya isu amendemen mungkin masih bisa, tapi sangat terbatas, misalnya haluan negara saja dan juga itu disepakati semua pimpinan partai," kata Tifatul di Seminyak, Bali, Sabtu (16/11/2019).

Baca juga: Ketua MPR: Nasdem Dukung Amendemen UUD 1945, tapi Tak Ubah Pemilihan Presiden

Tifatul berpendapat, menghidupkan GBHN dilakukan agar visi dan misi presiden tidak berubah-ubah.

Menurut dia, visi dan misi tersebut perlu ditetapkan agar setiap pemerintahan memiliki arah yang jelas.

"Kalau enggak ada visi orang bingung, pemimpin bingung, rakyat bingung. Kita mau kemana, jadi arahnya longterm kita mau kemana," ujarnya.

Baca juga: Ketua MPR: Partai Nasdem Setuju Amendemen UUD 1945 Menyeluruh

Kendati demikian, Tifatul mengatakan, sampai saat ini, seluruh parpol di MPR belum sepakat untuk mengamendemen terbatas UUD 1945.

"Saya pikir belum ada kita (parpol di MPR) setuju apa tidak setuju, orang sidang aja belum mulai kok," pungkasnya.

Sebelumnya, pimpinan MPR melakukan silaturahim kebangsaan ke Kantor DPP PAN dan Partai Nasdem terkait rencana amandemen terbatas UUD 1945.

Baca juga: Ketua MPR: PAN Dukung Amendemen Terbatas UUD 1945 untuk Hidupkan GBHN

Berdasarkan silaturahmi kebangsaan tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, PAN mendukung wacana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Sementara itu, Nasdem menyatakan, setuju amandemen UUD 1945 secara menyeluruh

Adapun, menurut Bambang, masih ada tiga parpol yang belum sejalan dengan wacana amendemen terbatas UUD 1945, yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketiga partai tersebut berpandangan rencana menghidupkan kembali GBHN tidak perlu dilakukan melalui amendemen terbatas, melainkan cukup diatur dalam undang-undang baru.

Kompas TV Rencana amendemen terbatas UUD 1945 menyeruak ke permukaan pasca-Pemilu 2019. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pengusung amendemen menghendaki sebuah haluan pembangunan jangka panjang, layaknya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa Orde Baru, yang ditetapkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Karenanya, amendemen diperlukan untuk mengembalikan status MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Keinginan amandemen terbatas dikritik kalangan masyarakat sipil. Pasalnya, mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi yang berwenang menetapkan GBHN memiliki implikasi logis ketatanegaraan Presiden menjadi mandataris MPR. Padahal, pascareformasi, Presiden bukan lagi mandataris MPR melainkan mandataris rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat. Amendemen terbatas dikhawatirkan menjadi bola liar yang akan merembet ke hal-hal lain seperti tata cara pemilihan presiden, yang pada akhirnya akan membawa Indonesia kembali ke zaman Orde Baru. Belakangan digaungkan bahkan amendemen menyeluruh. Apa artinya? Adakah alasan fundamental untuk mengamendemen UUD 1945? Apa bahaya yang mengintip<br /> di balik keinginan mengamendemen UUD 1945?<br /> <br /> #SATUMEJA #UUD1945 #MPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com