Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Dua Hal Ini, Era Jokowi Dinilai Persempit Kebebasan Sipil

Kompas.com - 28/10/2019, 17:48 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Riset Lokataru Mufti Makarim mengatakan bahwa pemerintahan Joko Widodo memenuhi syarat terciptanya penyempitan ruang kebebasan sipil dibandingkan era presiden sebelumnya.

Fenomena ini sangat disayangkan. Pasalnya, salah satu yang diperjuangkan setelah era reformasi, yakni kebebasan berekspresi serta berserikat.

"Dua hal dramatik ini (kebebasan berekspresi dan berserikat) semakin hari semakin menurun kualitasnya," ujar Mufti dalam diskusi publik Lokataru di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).

"Itu yang kami ambil kesimpulan mengapa gejala shrinking space (penyempitan ruang kebebasan sipil) terjadi dan mengapa menarik. Karena syarat-syarat shrinking space-nya terpenuhi di era Jokowi," lanjut dia.

Baca juga: Lokataru Sebut Kebebasan Sipil di Era Jokowi Semakin Sempit

Syarat yang dimaksud, yakni negara melakukan pemberangusan terhadap masyarakat sipil atas nama hukum.

Fenomena ini, lanjut Mufti, disebabkan karena pemerintahan Jokowi sangat mengedepankan dua hal, yakni pembangunan dan stabilitas.

Mufti menjelaskan, kebebasan berekspresi serta berserikat dapat mengancam pembangunan sekaligus stabilitas keamanan pada era Jokowi sehingga kedua hal itu ditekan.

"Sehingga, berekspresi itu menjadi tindak kriminal baru. Mengapa UU ITE efektif? Karena muncul kriminal-kriminal baru yang dulu orang merasa itu tak terlalu serius," kata dia.

Mufti mencontohkan, ketika orang-orang dengan bebasnya melecehkan pejabat negara, orang yang dianggap simbol negara, namun dibiarkan. Maka, tak heran negara menganggap hal tersebut akan terjadi lagi dan meluas sehingga harus diambil langkah represif.

"Itu yang sangat dicegah, bukan cuma dicegah secara keras atau hukum tapi digunakan tangan-tangan dan hukum," ujar Mufti. 

 

Kompas TV Bantahan soal penjegalan AHY menjadi menteri disampaikan poliitisi PDI-P yang juga Ketua DPR Puan Maharani. Menurut Puan penunjukan menteri merupakan proses yang panjang dan sepenuhnya hak presiden. Dia juga menyebutkan hubungan PDI-P dan Megawati Soekarnoputri dengan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono tetap baik. Menurut Puan tudingan tersebut akan mengesankan seolah-olah ada masalah dalam pemilihan kabinet. Partai Demokrat memang tak masuk Kabinet Indonesia Maju meski sang Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana beberapa waktu lalu. Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief pun menyinggung Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri yang menyebut bahwa gagalnya AHY masuk kabinet karena dendam Megawati pada SBY. Usai Jokowi dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019 Partai Demokrat memang memberikan dukungannya kepada Pemerintahan Joko Widodo. Meski begitu saat pengumuman kabinet tidak ada kader Demokrat yang terpilih baik sebagai menteri maupun wakil menteri. #AgusHarimurtiYudhoyono #Menteri #PDIP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com